Kesulitan belajar merupakan kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. Kesulitan belajar itu adalah adanya jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang nampak sekarang (prestasi actual). Juga anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang mempunyai intelegensi normal tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan yang penting dalam proses belajar mengajar, baik dalam persepsi, ingatan, perhatian ataupun fungsi motoriknya. Kekurangan ini dapat berwujud verbal atau-pun non verbal.
Kesulitan belajar atau hambatan yang muncul dalam kegiatan belajar dapat bermacam-macam. Ada yang bersifat fisiologis misalnya waktu belajar sering merasa pusing, cepat mengantuk, mata sakit bila membaca dll. Hambatan yang bersifat psikologis misalnya tidak minat belajar, kemampuan tidak menunjang dalam kondisi stress, ada juga hambatan yang bersifat sosial kehadiran teman waktu belajar, situasi keluarga yang ramai, keluarga tidak harmonis, dan sebagainya.Hambatan tersebut baik disadari atau tidak disadari sangat mengganggu proses belajar sehinga anak tidak dapat mencapai hasil prestasi belajar dengan baik.
Gejala kesulitan belajar;
1). Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah suatu keadaan proses belajar anak terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan pada anak yang mengalami kekacauan belajar seperti ini potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajar anak terhambat oleh adanya reaksi-reaksi belajar yang bertentangan , sehingga tidak bisa menguasai bahan yang dipelajari dengan baik. Jadi dalam belajar anak mengalami kebingungan untuk memahami bahan belajar.
2). Learning Disabilities atau ketidak mampuan belajar.
Adalah suatu gejala anak tidak mampu belajar atau menghindari kegiatan belajar dengan berbagai sebab sehingga hasil belajar yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya.
3). Learning disfungctions
suatu kesulitan belajar yang mengacu pada gejala proses belajar tidak dapat berfungsi dengan baik, walaupun anak tidak menunjukka adanya subnormal mental, gangguan alat indera, ataupun gangguan psikologis yang lain. Misalnya anak sudah belajar dengan tekun namun tidak mampu menguasai bahan belajar dengan baik.
4). Under Achiever
suatu kesulitan belajar yang terjadi pada anak yang tergolong potensi intelektualnya di atas normal tetapi prestasi belajarnya yang dicapai rendah.
5). Slow Learner atau lambat belajar
anak sangat lambat dalam proses belajarnya sehingga setiap melakukan kegiatan membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan anak lain yang memiliki potensi intelektual yang sama.
TUNTASKAN MASALAH !!!
Salah satu tantangan pembelajaran di kelas adalah permasalahan belajar siswa yang tidak boleh dibiarkan begitu saja guru akan tetap secara efektif berusaha membantu, membimbing siswa untuk mencapai tujuan-tujuan perkembangannya; sekaligus mengatasi permasalahannya. Permasalahan belajar yang sering dihadapi siswa antara lain; yaitu;
· Kasus individualitas; contohnya prestasi rendah, dan kurang minat belajar .
· Kasus sosialitas antara lain pendiam, melanggar tata tertib, membolos, sering terlambat, sering bertengkar, dimanja, sulit beradaptasi, pemalu, penakut, canggung, penyendiri, kurang bergaul, berlaku kasar, berbicara kotor, dan diperlakukan sangat keras.
· Kasus moralitas; yakni: melanggar tata tertib, membolos, terlambat jarang masuk sekolah, berbicara tidak senonoh, nakal, kasar, dan lain sebagainya.
· Kasus keterlambatan akademik; misal keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkan secara optimal, ketercepatan dalam belajar dengan bakat akademik cukup tinggi I Q 130 atau lebih tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi, sangat lambat dalam belajar; yakni siswa yang memiliki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pembelajaran khusus, kurang motifasi dalam belajar; merupakan keadaan siswa yang kurang semangat dalam belajar, mereka seolah-olah tampak jera dan malas, bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar kondisi siswa yang kegiatan atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan yang seharusnya, suka menunda waktu, mengulur waktu, tugas, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui, dan sebagainya, serta siswa yang belum menguasai baham pelajaran sesuai patok yang ditetapkan, dikatakan belum menguasai tujuan-tujuan pengajaran.
Digolongkan siswa yang mengalami masalah dalam belajar dan memerlukan bantuan khusus. Sedang siswa yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan yang disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai yang cepat dalam belajar. Mereka ini patut mendapat tugas-tugas tambahan sebagai pengayaan
Orang tua di rumah, guru di sekolah dan masyarakat kiranya perlu menciptakan suasana kondusif sebagai tempat membesarkan siswa di rumah, di sekolah ataupun di masyarakat yang ramah, peduli terhadap permasalahan belajar dan berusa untuk mengentaskan permasalahan belajar siswa, Sehingga siswa dapat mencapai cita-cita masa depannya.
PENTINGKAH MOTIVASI ?
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesatnya saat ini sudah sepantasnya memerlukan generasi yang tangguh, ulet, dan handal guna menghadapi tantangan perubahan kemajuan di abad globalisasi.
Anak perlu pembiasaan positif secara sabar, sadar untuk mau melaksanakannya tugasnya sebagai pelajar; tentunya perlu keteladanan dari orang-orang di sekitarnya; seperti ayah, ibu, kakak, orang yang tinggal dalam keluarga tersebut. Sedangkan di sekolah keteladanan guru, dan contoh tingkah laku sangat diperlukan siswanya. Begitu pula di lingkungan masyarakat dibutuhkan juga keteladanan perilaku sehari-hari yang terpuji; melalui motivasi dari orang tua, guru, dan masyarakat.
Mengapa motivasi penting ? Bagaimana memotivasi siswa belajar ?
Menyimak pendapat pakar tentang Pmanfaat motivasi ada tiga.
a. Merasa aman, tumbuh cinta kasih, dan mewujudkan diri sendiri yang oleh Maslow disebut sebagai piramida kebutuhan: â€Physiological, Safety, Love and Belonging, Self Esteem, Self Actualization, dan Understanding and Knowledge.†Memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik/primer, perjuangan hidup, dan perjuangan untuk mempertahankan hidup,â€Struggle for Survival.â€Tekun belajar, tekun menghadapi dan menyelesaikan tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukan minat terhadap berbagai masalah, lebih senang belajar sendiri, dan cepat bosan pada tugas yang rutin/mekanis, adanya unsure â€Å“ id dan ego.â€Freud dalam Teori Psikoanalitik; karena Fungsi motivasi adalah untuk mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan untuk mencapai tujuan, dan menyeleksi perbuatan yang akan dikerjakan lebih dahulu, mengembangkan aktivitas, inisiatif, dan dapat mengarahkan serta memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Bentuk-bentuk motivasi belajar berupa pemberian: angka, hadiah, ego involverment, ulangan, hasil ulangan, pujian hukuman, hasrat, dan minat untuk belajar
b. Jenis motivasi: â€Å“Cognitive motives, Self–expression, Self–enhancement†berguna dalam pengembangan intelektual, berkreatifitas, imajinasi aktualisasi diri, dan pengembangan kompetensi guna meningkatkan kemajuan diri. Dalam belajar terciptanya suasana kompetensi yang sehat bagi peserta didik bermanfaat untuk meraih prestasi.
c. Fungsi motivasi adalah untuk mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan untuk mencapai tujuan, dan menyeleksi perbuatan yang akan dikerjakan lebih dahulu.
KEKERASAN PADA SISWA
A. Definisi
Kekerasan pada siswa adalah suatu tindakan keras yang dilakukan terhadap siswa di sekolah dengan dalih mendisiplinkan siswa (Charters dalam Anshori, 2007). Ada beberapa bentuk kekerasan yang umumnya dialami atau dilakukan siswa.
Kekerasan fisik : kekerasan fisik merupakan suatu bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan luka atau cedera pada siswa, seperti memukul, menganiaya, dll.
Kekerasan psikis : kekerasan secara emosional dilakukan dengan cara menghina, melecehkan, mencela atau melontarkan perkataan yang menyakiti perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang merasa hina, kecil, lemah, jelek, tidak berguna dan tidak berdaya.
Kekerasan defensive : kekerasan defensive dilakukan dalam rangka tindakan perlindungan, bukan tindakan penyerangan (Rini, 2008).
Kekerasan agresif : kekerasan agresif adalah kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu seperti merampas, dll (Rini, 2008).
B. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
1. Dari Guru
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru melakukan kekerasan pada siswanya, yaitu:
Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko menimbulkan trauma psikologis dan melukai harga diri siswa.
Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Bagaimana pun juga, setiap anak punya konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap kata dan tindakan yang terlihat saat ini, termasuk tindakan siswa yang dianggap "melanggar" batas. Apa yang terlihat di permukaan, merupakan sebuah tanda / sign dari masalah yang tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan sebatas "menangani" tindakan siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan / sikap siswa.
Adanya masalah psikologis yang menyebabkan hambatan dalam mengelola emosi hingga guru ybs menjadi lebih sensitif dan reaktif.
Adanya tekanan kerja : target yang harus dipenuhi oleh guru, baik dari segi kurikulum, materi maupun prestasi yang harus dicapai siswa didiknya sementara kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil yang ideal dan maksimal cukup besar.
Pola authoritarian masih umum digunakan dalam pola pengajaran di Indonesia. Pola authoritarian mengedepankan faktor kepatuhan dan ketaatan pada figure otoritas sehingga pola belajar mengajar bersifat satu arah (dari guru ke murid). Implikasinya, murid kurang punya kesempatan untuk berpendapat dan berekspresi. Dan, pola ini bisa berdampak negatif jika dalam diri sang guru terdapat insecurity yang berusaha di kompensasi lewat penerapan kekuasaan.
Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan afektif (Rini, 2008). Tidak menutup kemungkinan suasana belajar jadi "kering" dan stressful, dan pihak guru pun kesulitan dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi.
2. Dari Siswa
Salah satu factor yang bisa ikut mempengaruhi terjadinya kekerasan, adalah dari sikap siswa tersebut. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri. Kecenderungan sadomasochism tanpa sadar bisa melandasi interaksi antara siswa dengan pihak guru, teman atau kakak kelas atau adik kelas. Perasaan bahwa dirinya lemah, tidak pandai, tidak berguna, tidak berharga, tidak dicintai, kurang diperhatikan, rasa takut diabaikan, bisa saja membuat seorang siswa clinging pada powerful / authority figure dan malah "memancing" orang tersebut untuk actively responding to his / her need meskipun dengan cara yang tidak sehat. Contohnya, tidak heran jika anak berusaha mencari perhatian dengan bertingkah yang memancing amarah, agresifitas,atau pun hukuman. Tapi, dengan demikian, tujuannya tercapai, yakni mendapat perhatian. Sebaliknya, bisa juga perasaan inferioritas dan tidak berharga di kompensasikan dengan menindas pihak lain yang lebih lemah supaya dirinya merasa hebat.
3. Dari Keluarga
Kekerasan yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, perlu juga dilihat dari facror kesejahteraan.
Pola Asuh
Anak yang dididik dalam pola asih yang indulgent, highly privilege (orang tua sangat memanjakan anak dan memmenuhi semua keinginan anak), tumbuh dengan lack of internal control and lack of sense of responsibility. Mengapa? Dengan memenuhi semua keinginan dan tuntutan mereka, anak tidak belajar mengendalikan impulse, menyeleksi dan menyusun skala prioritas kebutuhan, dan bahkan tidak belajar mengelola emosi. Ini jadi bahaya karena anak merasa jadi raja dan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dan bahkan menuntut orang lain melakukan keinginannya. Jadi anak akan memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, dengan cara apapun juga asalkan tujuannya tercapai. Anak juga tak memiliki sense of responsibility karena kemudahan yang ia dapatkan, membuat anak tidak berpikir action-consequences, aksi reaksi, kalau mau sesuatu ya harus berusaha. Anak di sekolah ingin dapat nilai bagus tapi tidak mau belajar, akhirnya mencontek, atau memaksa siswa lain memberi contekan dengan ancaman atau pun bribe .
Orang tua yang emotionally or physically uninvolved, bisa menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki, jelek, bodoh, tidak baik, dsb. Kalau situasi ini tidak sempat diperbaiki, bisa menimbulkan dampak psikologi, yakni munculnya perasaan inferior, rejected, dsb. Unresolved feeling of emotionally - physically rejected, membuat anak memilih untuk jadi bayang-bayang orang lain, clinging to strong identity meskipun sering jadi bahan tertawaan atau hinaan, disuruh-suruh. Atau, anak cenderung menarik diri dari pergaulan, jadi pendiam, pemurung atau penakut hingga memancing pihak aggressor untuk menindas mereka. Sebaliknya, orang tua yang terlalu rigid dan authoritarian, tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk berekspresi, dan lebih banyak mengkritik, membuat anak merasa dirinya "not good enough" person, hingga dalam diri mereka bisa tumbuh inferioritas, dependensi, sikapnya penuh keraguan, tidak percaya diri, rasa takut pada pihak yang lebih kuat, sikap taat dan patuh yang irrasional, dsb. Atau, anak jadi tertekan, karena harus menahan semua gejolak emosi, rasa marah, kecewa, sedih, sakit hati - tanpa ada jalan keluar yang sehat. Lambat laun tekanan emosi itu bisa keluar dalam bentuk agresivitas yang diarahkan pada orang lain.
Orang Tua menghadapi psikologis
Jika orangtua mengalami masalah psikologis yang berlarut-larut, bisa mempengaruhi pola hubungan dengan anak. Misalnya, orang tua yang stress berkepanjangan, jadi sensitif, kurang sabar dan mudah marah pada anak, atau melampiaskan kekesalan pada anak. Lama kelamaan kondisi ini mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Ia bisa kehilangan semangat, daya konsentrasi, jadi sensitif, reaktif, cepat marah, dsb.
Keluarga Disfungsional
Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan terhadap sang anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul, atau menyiksa fisik atau emosi, intimidasi anggota keluarga lain; atau keluarga yang sering konflik terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah berkepanjangan yang dialami oleh keluarga hingga menyita energy psikis dan fisik, hingga mempengaruhi interaksi, komunikasi dan bahkan kemampuan belajar, kemampuan kerja beberapa anggota keluarga yang lain. Situasi demikian mempengaruhi kondisi emosi anak dan lebih jauh mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Sering dijumpai siswa "bermasalah", setelah diteliti ternyata memiliki latar belakang keluarga yang disfungsiona
Dari Lingkungan
Tak dapat dipungkiri bahwa kekerasan yang terjadi selama ini juga terjadi karena adanya faktor lingkungan, yaitu:
Adanya budaya kekerasan : seseorang melakukan kekerasan karena dirinya berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan kekerasan. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang kekerasan hal yang biasa / wajar.
Mengalami sindrom Stockholm : Sindrom Stockholm merupakan suatu kondisi psikologis dimana antara pihak korban dengan pihak aggressor terbangun hubungan yang positif dan later on korban membantu aggressor mewujudkan keinginan mereka. Contoh, kekerasan yang terjadi ketika mahasiswa senior melakukan kekerasan pada mahasiswa baru pada masa orientasi bersama terjadi karena mahasiswa senior meniru sikap seniornya dulu dan dimasa lalunya juga pernah mengalami kekerasan pada masa orientasi
Tayangan televisi yang banyak berbau kekerasan : Jika seseorang terlalu sering menonton tayangan kekerasan maka akan mengakibatkan dirinya terdorong untuk mengimitasi perilaku kekerasan yang ada di televisi. Sebab, dalam tayangan tersebut menampilkan kekerasan yang diasosiasikan dengan kesuksesan, kekuatan dan kejayaan seseorang. Akibatnya, dalam pola berpikir muncul premis bahwa jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan kekerasan.
C. Dampak kekerasan Pada Siswa
Apa saja dampak kekerasan pada siswa? Kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak fisik dan psikis, yaitu:
Dampak fisik : kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.
Dampak psikologis : trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
Dampak sosial : siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.
D. Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Pada Siswa di Sekolah
Bukankah kita mengharapkan agar generasi penerus kita merupakan generasi yang sehat secara fisik dan psikis? Oleh karena itu, kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah perlu ditangani karena mengakibatkan dampak negatif bagi siswa. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah, yaitu:
1. Bagi Sekolah
Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang ditujukan pada anak dengan mengatakan "tidak" pada kekerasan dan menentang segala bentuk kekerasan. Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa (Susilowati, 2007).
Hukuman yang diberikan, berkorelasi dengan tindakan anak. Ada sebab ada akibat, ada kesalahan dan ada konsekuensi tanggung jawabnya.Dengan menerapkan hukuman yang selaras dengan konsekuensi logis tindakan siswa yang dianggap keliru, sudah mencegah pemilihan / tindakan hukuman yang tidak rasional.
Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan wawasan / pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman baru, kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Guru juga membutuhkan aktualisasi diri, tidak hanya dalam bentuk materi, status, dsb. Guru juga senang jika diberi kesempatan untuk menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencoba mengembangkan metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip dan nilai-nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi guru pun mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau pun bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.
Segera memberikan pertolongan bagi siapapun yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti kasus tersebut dengan cara adekuat.
Sekolah yang ramah bagi siswa merupakan sekolah yang berbasis pada hak asasi, kondisi belajar mengajar yang efektif dan berfokus pada siswa, dan memfokuskan pada lingkungan yang ramah pada siswa. Menurut Rini (2008), perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan berusaha mengubah suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis siswa.
2. Bagi Orangtua atau keluarga
Perlu lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilihkan sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah.
Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang tua murid untuk memantau perkembangan anaknya.
Orangtua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan daripada hukuman, agar anak-anaknya mampu bertanggung jawab secara sosial
Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung unsur kekerasan. Kekerasan yang ditampilkan dalam film cenderung dikorelasikan dengan heroisme, kehebatan, kekuatan dan kekuasaan.
Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya dan jangan sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan, menghindari konflik, malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan menyita energy. Sikap terbuka satu sama lain dan saling mendukung, sangat diperlukan untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan baik.
Carilah bantuan pihak professional jika persoalan dalam rumah tangga, semakin menimbulkan tekanan hingga menyebabkan salah satu atau beberapa anggota keluarga mengalami hambatan dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari.
3. Bagi Siswa Yang Menghadapi Kekerasan
Segera sharing pada orangtua atau guru atau orang yang dapat dipercaya mengenai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera mendapatkan pertolongan untuk pemulihan kondisi fisik dan psikisnya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak, baik guru, orang tua dan siswa untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi atau aksi yang tepat, namun semakin menambah masalah. Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat dan mengurangi terjadinya kekerasan pada siswa. Perlu diingat, bahwa untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan kerjasama dari semua pihak.
Keajaiban Otak Manusia dan Pengaruhnya Dalam Pembelajaran
Otak manusia merupakan bagian tubuh paling kompleks yang pernah dikenal di alam semesta. Inilah satu-satunya organ yang senantiasa berkembang sehingga ia dapat mempelajari dirinya sendiri. Jika dirawat oleh tubuh yang sehat dan lingkungan yang menimbulkan rangsangan, otak itu akan berfungsi secara aktif dan reaktif selama lebih dari seratus tahun.
Bobby De Porter & Mike Hernacki sekitar tahun 90-an meluncurkan buku yang sangat terkenal yaitu Quantum Learning : Unleashing The Genius In You, yang diterjemahkan oleh Penerbit Kaifa dengan judul Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (1992). Dalam bukunya itu, kedua penulis menitikberatkan pada upaya untuk memanfaatkan potensi otak manusia secara optimal.
Dalam hipotesisnya, Bobby De Porter & Mike Hernacki menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari 3 (tiga) bagian dasar, yaitu batang atau “otak reptile“, system limbik atau “otak mamalia” dan neokorteks. Ketiga bagian itu masing-masing berkembang pada waktu yang berbeda dan mempunyai struktur syaraf tertentu serta mengatur tugasnya masing-masing. Batang atau otak reptile adalah komponen kecerdasan terendah dari manusia. Ia bertanggung jawab terhadap fungsi-fungsi sensor motorik sebagai insting mempertahankan hidup dan pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari pancaindera. Apabila otak reptile ini dominan, maka kita tidak dapat berfikir pada tingkat yang sangat tinggi.
Di sekeliling otak reptile terdapat sistim limbik yang sangat kompleks dan luas. Sistim limbik ini terletak di tengah otak yang fungsinya bersifat emosional dan kognitif. Perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampaun belajar dikendalikan oleh sistim limbik ini. Sistim ini juga merupakan panel control yang menggunakan informasi dari pancaindra untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian neokorteks.
Neokorteks adalah bagian otak yang menyimpan kecerdasan yang lebih tinggi. Penalaran, berfikir secara intelektual, pembuatan keputusan, bahasa, perilaku yang baik, kendali motorik sadar dan penciptaan gagasan (idea) berasal dari pengaturan neokorteks. Menurut Howard Gardner, kecerdasan majemuk (multiple intelegence) berada pada bagian ini. Bahkan pada bagian ini pula terdapat intuisi yaitu kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak diterima oleh pancaindera.
Selain tiga bagian diatas, otak juga dibagi menjadi dua belahan penting, yaitu otak kiri dan otak kanan, yang masing-masing bertanggung jawab atas cara berfikir yang berbeda-beda, walau penyilangan antara dua bagian itu pun tetap ada. Otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional. Otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik.
Kedua bagian belahan otak itu amat penting dalam kecerdasan dan tingkat kesuksesan. Orang yang mampu memanfaatkan kedua belahan otak ini secara proporsional akan cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupannya. Tentunya dalam kegiatan pembelajaran yang mengacu dan memperhatikan kedua belahan otak ini juga akan menentukan sejauhmana tingkat kecerdasan yang dapat diraih oleh peserta didik.
Paradigma pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan kecerdasan selayaknya mengacu pada perkembangan otak manusia seutuhnya. Realitas pembelajaran dewasa ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar lebih banyak mengacu pada target pencapaian kurikulum dibandingkan dengan menciptakan siswa yang cerdas secara utuh. Akibatnya, peserta didik dijejali dengan berbagai macam informasi tanpa diberi kesempatan untuk melakukan telaahan dan perenungan secara kritis, sehingga tidak mampu memberikan respons yang positif. Mereka dianggap seperti kertas kosong yang siap menerima coretan informasi dan ilmu pengetahuan.
Sementara itu, kegiatan yang terjadi di dalam ruang belajar masih bersifat tradisional yakni menempatkan guru pada posisi sentral (teacher centered) dan siswa sebagai objek pembelajaran dengan aktivitas utamanya untuk menerima dan menghafal materi pelajaran, mengerjakan tugas dengan penuh keterpaksaan, menerima hukuman atas kesalahan yang diperbuat, dan jarang sekali mendapat penghargaan dan pujian atas jerih-payahnya.
Oleh karena itu, dalam upaya mengubah paradigma pembelajaran sehingga dapat memberdayakan otak secara optimal, pendapat Eric Jensen dalam bukunya Brain Based Learning, patut untuk dijadikan rujukan. Dia menawarkan sebuah konsep dalam menciptakan pembelajaran dengan orientasi pada upaya pemberdayaan otak siswa. Menurutnya ada tiga strategi berkaitan dengan cara kita mengimplementasikan pembelajaran berbasis kemampuan otak, yaitu :
menciptakan suasana atau lingkungan yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa. Strategi ini bisa dilakukan terutama pada saat guru memberikan soal-soal untuk mengevaluasi materi pelajaran. Soal-soal yang diberikan harus dikemas seatraktif mungkin sehingga kemampuan berpikir siswa lebih otimal, seperti melalui teka-teki, simulasi, permainan dan sebagainya.
menghadirkan siswa dalam lingkungan pembelajaran yang cukup menyenangkan. Guru tidak hanya memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus menghindarkan situasi pembelajaran yang dapat membuat siswa merasa tidak nyaman, mudah bosan atau tidak senang terlibat di dalamnya. Strategi pembelajaran yang digunakan lebih menekankan pada diskusi kelompok yang diselingi permainan menarik serta variasi lain yang kiranya dapat menciptakan suasana yang menggairahkan siswa dalam belajar.
membuat suasana pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang aktif dan bermakna hanya dapat dilakukan apabila siswa secara fisik maupun psikis dapat beraktivitas secara optimal. Strategi pembelajaran yang digunakan dikemas sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktraktif dan interaktif, melalui model pembelajaran yang bersifat demontrasi.
Apa yang dikemukakan Eric Jensen di atas merupakan upaya konkret dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun, kunci keberhasilan itu semua terletak pada kemauan dan kemampuan guru untuk mereformasi cara dan strategi pembelajarannya serta berani untuk menggeser paradigma berfikirnya, sehingga lebih bersifat praksis ketimbangang teoritis.
TEORI BELAJAR BEHAVIOURISTIK
1. Albert Bandura (1925- )
A. Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan Teori Pembelajaran Sosial ( Social Learning Theory) yaitu sikap, tabiat dan tingkah laku individu itu ditiru dan dipelajari daripada interaksinya dengan masyarakat atau orang lain. Apabila orang itu menganggap suatu sikap atau tabiatnya tidak disukai, maka dia memilih sama dan mau meneruskannya atau justru mengubah sikap dan tabiatnya itu. Individu meneruskan atau mengubah sikap dan tabiatnya karena adanya faktor-faktor pengukuh yang mempengaruhi perilakunya. Menurut teori bandura ada dua jenis faktor pengukuh. Yang pertama adalah faktor di luar diri individu yaitu perkara-perkara yang dialami secara langsung akibat perlakuannya seperti pujian atau kutukan yang dialaminya setelah melakukan suatu perbuatan. Melalui pujian atau kutukan tersebut, individu belajar apa yang disebut sebagai peratiran-peraturan masyarakat. Faktor pengukuh yang kedua adalah faktor yang datang dari sistem yang ada di dalam diri individu itu sendiri, seperti konsep diri dan estim diri. Dalam estim diri individu terbagi menjadi dua yaitu estim diri yang banyak memperkukuh sikap dan tabiatnya sendiri disebut estim tinggi. Sedangkan estim rendah yaitu individu tidak banyak memperkukuh sikap dan tabuatnya sendiri. Kedua estim dalam diri tersebut sangat mempengaruhi sikap dan tabiat serta perilaku individu.
B. Aplikasi dalam pembelajaran
Guru perlu menerapkan beberapa strategi untuk mempengaruhi pemikiran dan perilaku siswa. Dan sebagai pembimbing atau konselor, guru dapat menggunakan berbagai pendekatan baik secara individu maupun kelompok.
· Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat mendorong siswa untuk berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya. Karena siswa merupakan salah satu siswa yang sikap, tabiat dan perilakunya terbentuk dengan melihat dan mengamati orang lain yang ada di sekitarnya. Guru beserta seluruh warga sekolah merupakan salah satu model yang dapat ditiru oleh siswa.
· Selama pembelajaran berlangsung, guru memberikan pujian pada siswa yang unggul dan berprestasi. Sebaliknya guru memberikan hukuman pada siswa yang berbuat menyimpang.
2. Burhuss Frederic Skinner (1904-1990)
A. Teori Skinner dalam teori Operant Conditioning/ Teori Pelaziman Operan mengatakan bahwa perkembangan kepribadian seseorang atau perilaku yang adalah sebagai akibat dari respon terhadap adanya kejadian eksternal. Atau tingkah laku seseorang merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu.Bagi Skinner konsep utama pelaziman operan terbagi menjadi dua yaitu penguatan (reinforcement) dan denda (punishment). Penguatan terdiri dari dua macam yaitu penguatan positif dengan cara memberikan reward/imbalan dan penguatan negatif yang memungkinkan individu mengulangi tingkah laku yang dapat menjauhi dan mengurangi keadaan negatif.
Untuk membuktikan teorinya, Skinner mengadakan penelitian pengondisian operan pada seekor tikus. Tikus dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang sudah dipersiapkan secara khusus. Tikus bergerak kesana-kemari, dan secara kebetulan menginjak alat penekan (operant conditioning) yang diikuti adanya makanan. Setiap kali tikus menginjak alat penekan, disusul dengan keluarnya makanan(stimulus tak terkondisi), akhirnya gerakan tikus itu (trial and error) makin terarah pada alat penekan. Tingkah laku tikus menekan disebut tingkah laku operan, dari tidak ada menjadi tersedia makanan. Makanan merupakan imbalan (reward) bagi tingkah laku menekan alat. Pada percobaan berikutnya Skinner hanya akan memberikan makanan jika lampu sudah menyala. Kalau lampu tidak menyala, meskipun alat ditekan makanan tidak keluar. Kondisi yang demikian dilakukan berulang-ulang sehingga akhirnya tikus hanya akan menekan alat apabila lampu menyala (stimulus terkondisi).
Berasaskan pelaziman operan, Skinner (1951) mengembangkan teknik pembentukan (shaping) untuk melatih hewan menguasai tingkah laku kompleks yang juga relevan kepada tingkah laku manusia. Teknik pembentukan terlibat dengan menguatkan organisme setiap kali ia bertindak ke arah yang diingini sehingga ia menguasai/belajar gerak balas berkenaan dan tidak meguatkan gerak balas itu lagi. Adapun jadwal penguatan (schedule of reinforcement) yang diberikan oleh Skinner meliputi penguatan berterusan, yaitu setiap kali gerak balas dihasilkan, organisme menerima penguatan, dan penguatan berkala yaitu penguatan yang diberikan menurut kekerapan waktu tetentu.
B. Aplikasi dalam pembelajaran
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan-latihan.
Guru memberikan penguatan berupa reward/imbalan pada siswa yang memberikan gerak balas stimulus sesuai dengan keaktifannya.
3. Erward Lee Thorndik (1874-1949)
A. TeoriThorndike dengan teoro S-Rnya mengatakan bahwa belajar merupakan perstiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut Stimulus (S) dengan Respon (R). dengan kata lain bahwa dasar proses belajar adalah asosiasi. Sedangkan suatu stimulus akan menimbulkan suatu respon tertentu. Dalam hal ini thorndike menggunakan kucing dan puzzle box dalam eksperimennya.
Dalam proses belajar, organisme (manusia-binatang) dalam situasi yang mengandung masalah yaitu individu akan melakukan trial and error. Adapun proses belajar yang mengikuti prinsip trial and error, antara lain the law of effect (hukum efek), the law of exercise (hukum latihan) dan the law of readiness (hukum kesiapan).
Kemudian Thorndike menjelaskan bahwa sesuatu yang dipelajari terdahulu akan mempengaruhi sesuatu yang dipelajari kemudian (transfer of training). Jika antara yang dipelajari terdahulu dengan yang dipelajari kemudian terdapat perbedaan sehingga sulit untuk mempelajarinya, maka terjadi transfer negatif. Sebaliknya jika terjadi persamaan sehinga memudahkan untuk mempelajarinya, maka terjadi transfer positif.
B. Aplikasi dalam pembelajaran
Untuk mendapatkan respons yang baik dari siswa, guru harus memberikan stimulus agar siswa tertarik di dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Agar proses belajar mengajar tercipta dengan baik dan optimal, guru menggunakan prinsip trial and error yaitu suasana yang menyenangkan (hukum efek), latihan yang berulang-ulang (hukum latihan) dan membuat siswa siap dalam menerima pelajaran (hukum kesiapan).
4. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
A. Teori Classical Conditioning/teori Pelaziman klasik menyatakan bahwa individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Dalam hal ini , Pavlov menggunakan seekor anjing pada eksperimennya yang mana dengan adanya rangsang akan menghasilkan gerak balas.
B. Aplikasi dalam pembelajaran Guru perlu memberikan motivasi pada siswa dan memberikan beberapa latihan, pembiasaan atau pengalaman yang menarik dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.
| Tinjauan Tentang Minat Belajar Siswa
1. Pengertian Minat Belajar siswa
Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini beda arti, untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu, sebagai berikut :
a. Minat menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu gairah keinginan.
b. Minat menurut Mahfudz Shalahuddin adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan.
c. Minat menurut Crow dan Crow, minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda dan kegiatan.
d. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang akan diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang.
e. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Berdasarkan Definisi-definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang relative menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Menurut Berhard "minat" timbul atau muncul tidaksecara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan. Sedangkan pengertian belajar adalah sebagai berikut :
a. Belajar menurut Ernest R Hicgard adalah proses pembuatan yang dengan sengaja bisa menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahanyang ditumbulkan sebelumnya.
b. Menurut Gagne, belajar merupakan perubahan yang diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang sempurna itu.
c. Menurut para ahli psikologi, belajarmerupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup.
d. Menurut Sardiman, belajar merupakan usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar itu menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja.
Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar.
Agama Islam pun sangat memperhatikan masalah pendidikan (khususnya belajar) untuk mencari dan menuntut ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu dan dengan belajar manusia dapat pandai, mengerti tentang hal-hal yang ia pelajari, dan dengan ilmu itupun manusia ibadahnya menjadi sempurna, begitu pentingnya ilmu Rasulullah SAW. mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan. Sabda Rasulullah SAW. dalam haditsnya :
Artinya :Tuntutlah ilmu walaupun dinegeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (laki-laki atau perempuan), sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut. (H.R. Ibnu Abdil bar).
Minat ini besar pengaruhnya terhadap belajar, karena minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan siswa, bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Oleh karena itu, untuk mengatasi siswa yang kurang berminat dalam belajar, guru hendaknya berusaha bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar. Dalam artian menciptakan siswa yang mempunyai minat belajar yang besar, mungkin dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik, salah satunya adalah mengembangkan variasi dalam gaya mengajar. Dengan variasi ini siswa bisa merasa senang dan memperoleh kepuasan terhadap belajar.
Minat mengandung unsur-unsur kognisi (mengenal), emesi (perasaan), dan konasi (kehendak). Oleh sebab itu, minat dapat dianggap sebagai respon yang sadar, sebab kalau tidak demikian, minat tidak akan mempunyai arti apa-apa.
Unsur kognisi maksudnya adalah minat itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai obyek yang dituju oleh minat tersebut unsur emosi, karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai oleh perasaan tertentu, seperti rasa senang, sedangkan unsur konasi merupakan kelanjutan dari unsur kognisi.
Dari kedua unsur tersebut yaitu yang diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan, termasuk kegiatan yang ada di sekolah seperti belajar.
Jadi minat sangat erat hubungannya dengan belajar, belajar tanpa minat akan terasa menjemukan, dalam kenyataannya tidak semua belajar siswa didorong oleh faktor minatnya sendiri, ada yang mengembangkan minatnya terhadap materi pelajaran dikarenakan pengaruh dari gurunya, temannya, orang tuanya. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab sekolah untuk menyediakan situasi dan kondisi yang bisa merangsang minat siswa terhadap belajar.
Membangkitkan minat belajar siswa itu juga merupakan tugas guru yang mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua keterampilan yang menyangkut pengajaran, terutama keterampilan dalam bervariasi, keterampilan ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa seperti halnya bervariasi dalam gaya mengajar, jika seorang guru tidak menggunakan variasi tersebut, siswa akan cepat bosan dan jenuh terhadap materi pelajaran. Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru hendaklah menggunakan variasi dalam gaya mengajar, agar semangat dan minat siswa dalam belajar meningkat, jika sudah begitu, hasil belajarpun sangat memuaskan. Dan tujuan pembelajaran pun akan tercapai dengan maksimal.
2. Asal-Usul Minat Belajar Siswa
Minat tidak dibawa sejak lahir, minat merupakan hasil dari pengalaman belajar. Jenis pelajaran yang melahirkan minat itu akan menentukan seberapa lama minat bertahan dan kepuasan yang diperoleh dari minat.
Minat timbul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar itu menurut Bernard. Kalau menurut Ngalim Purwanto minat itu timbul dengan menyatakan diri dalam kecenderungan umum untuk menyelidiki dan menggunakan lingkungan dari pengalaman, anak bisa berkembang kearah berminat atau tidak berminat kepada sesuatu.
Untuk itu ada dua hal yang menyangkut minat yang perlu diperhatikan yakni :
a. Minat pembawaan, minat muncul dengan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik itu kebutuhan maupun lingkungan. Minat semacam ini biasanya muncul berdasarkan bakat yang ada.
b. Minat muncul karena adanya pengaruh dari luar, maka minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh dari luar, seperti : lingkungan, orang tuanya, dan bisa saja gurunya.
Dari dua hal di atas, yang nomor dua inilah yang dipermasalahkan atau sedang diperbincangkan dalam skripsi ini, minat yang timbul karena adanya pengaruh dari guru yang menggunakan variasi gaya mengajar.
Ada beberapa indikator-indikator minat belajar siswa sebagai berikut :
1) Pengalaman belajar
Pengalaman yang dimiliki oleh siswa dalam mata pelajaran tersebut baik seperti prestasi belajar.
2) Mempunyai sikap emosional yang tinggi
Seorang anak yang berminat dalam belajar mempunyai sikap emosional yang tinggi misalnya siswa tersebut aktif mengikuti pelajaran, selalu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.
3) Pokok pembicaraan
Apa yang dibicarakan (didiskusikan) anak dengan orang dewasa atau teman sebaya, dapat memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa kuatnya minat tersebut. Jadi, artinya dalam berdiskusi anak tersebut akan antusias semangat dan berprestasi.
4) Buku bacaan (buku yang dibaca)
Biasanya siswa atau anak jika diberi kebebasan untuk memilih buku bacaan tertentu siswa itu akan memilih buku bacaan yang menarik dan sesuai dengan bakat dan minatnya.
5) Pertanyaan
Bila pada saat proses belajar mengajar berlangsung siswa selalu aktif dalam bertanya dan pertanyaan tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan itu bertanda bahwa siswa tersebut memiliki minat yang besar terhadap pelajaran tersebut.
Dengan adanya indikator-indikator di atas, seorang guru bisa mengetahui, apakah siswa yang diajarnya itu berminat untuk mempelajari suatu pelajarannya dalam artian belajar atau tidak berminat untuk belajar, jika siswa tidak berminat maka gurunya hendaknya memberi motivasi atau membangkitkan minat siswa tersebut, diantaranya dengan menggunakan variasi gaya mengajar.
3. Peranan Dan Fungsi Minat
Pada setiap minat manusia, minat memegang peranan penting dalam kehidupannya dan mempunyai dampak yang besar atas prilaku dan sikap, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar, anak yang berminat terhadap sesuatu kegiatan baik itu bekerja maupun belajar, akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
William Amstrong menyatakan bahwa kosentrasi tidak ada bila bila ada minat yang memadai, seseorang tidak akan melakukan kegiatan jika tidak ada minat, Lester dan Alice Crow juga menekankan beberapa pentingnya minat untuk mencapai sukses dalam hidup sesorang.
Suatu minat dalam belajar merupakan suatu kejiwaan yang menyertai siswa dikelas dan menemani siswa dalam belajar. Minat mempunyai fungsi sebagai pendorong yang kuat dalam mencapai prestasi dan minat juga dapat menambah kegembiraan pada setiap yang ditekuni oleh seseorang.
Peranan minat dalam proses belajar mengajar adalah untuk pemusatan pemikiran dan juga untuk menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar seperti adanya kegairahan hati dapat memperbesar daya kemampuan belajar dan juga membantunya tidak melupakan apa yang dipelajarinya, jadi belajar dengan penuh dengan gairah, minat, dapat membuat rasa kepuasan dan kesenangan tersendiri.
Ada beberapa peranan minat dalam belajar antara lain :
a. Menciptakan, menimbulkan kosentrasi atau perhatian dalam belajar
b. Menimbulkan kegembiraan atau perasaan senang dalam belajar
c. Memperkuat ingat siswa tentang pelajaran yang telah diberikan guru
d. Melahirkan sikap belajar yang positif dan kontruktif
e. Memperkecil kebosanan siswa terhadap studi / pelajaran
4. Faktor-Faktor Mempengaruhi Minat Belajar
Berhasil atau tidak seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi banyak jenisnya, tetapi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern, dan faktor ekstern, faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu seperti faktor, kesehatan, bakat perhatian, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu (dirinya) seperti Keluarga, sekolah, masyarakat.
Dibawah ini akan dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar tersebut.
a. Faktor-faktor Intern :
1) Faktor Biologis
a) Faktor Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar, bila seseorang kesehatannya terganggu misalkan sakit pilek, demam, pusing, batuk dan sebagainya, dapat mengakibatkan cepat lelah, tidak bergairah, dan tidak bersemangat untuk belajar.
Demikian halnya jika kesehatan rohani (Jiwa) seseorang kuarang baik, misalnya mengalami perasaan kecewa karena putus cinta atau sebab lainnya, ini bisa mengganggu atau mengurangi semangat belajar. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan sangat penting bagi setiap orang, baik fisik maupun mental, agar badan tetap kuat, pikiran selalu segar dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar.
b) Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat tubuh seperti buta, tuli, patah kaki, lumpuh dan sebagainya bias mempengaruhi belajar, siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Sebenarnya jika hal ini terjadi hendaknya anak atau siswa tersebut dilembagakan pendidikan khusus supaya dapat menghindari atau mengurangi kecacatannya itu.
c) Faktor Psikologis
Ada banyak faktor psikologis, tapi disini penulis mengambil beberapa saja yang ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini, faktor-faktor tersebut adalah :
(1) Perhatian
Untuk mencapai hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan atau materi pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka minat belajarpun rendah, jika begitu akan timbul kebosanan, siswa tidak bergairah belajar, dan bias jadi siswa tidak lagi suka belajar.
Agar siswa berminat dalam belajar, usahakanlah bahan atau materi pelajaran selalu menarik perhatian, salah satunya usaha tersebut adalah dengan menggunakan variasi gaya mengajar yang sesuai dan tepat dengan materi pelajaran.
(2) Kesiapan
Kesiapan menurut James Drever adalah, Prepanednesto Respond or Reach. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan response atau bereaksi kesediaan itu timbul dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, seperti halnya jika kita mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk dibangku sekolah menengah, anak tersebut tidak akan mampu memahami atau menerimanya. Ini disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran tersebut.
Jadi menganjurkan sesuatu itu berhasil jika tarif pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atai rohaninya telah matang untuk menerima karena jika siswa atau anak yang belajar itu sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya itupun akan lebih baik dari pada anak yang belum ada kesiapan.
(3) Bakat atau Intelegensi
Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar, misalkan orang berbakat menyanyi, suara, nada lagunya terdengar lebih merdu disbanding dengan orang yang tidak berbakat menyanyi.
Bakat bias mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakat, maka siswa akan berminat terhadap pelajaran tersebut, begitu juga intelegensi, orang yang memiliki intelegensi (IQ) tinggi, umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik, sebaliknya jika seseorang yang “IQ” nya rendah akan mengalami kesukaran dalam belajar.
Jadi kedua aspek kejiwaan ini besar sekali pengaruhnya terhadap minat belajar dan keberhasilan belajar. Bila seseorang memiliki intelegensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses disbanding dengan orang yang memiliki “IQ” rendah dan berbakat, kedua aspek tersebut hendaknya seimbang, agar tercapai tujuan yang hendak dicapai.
b. Faktor-faktor eksternal :
Faktor eksternal yang mempengaruhi minat belajar siswa adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Uraian berikut akan membahas ketiga faktor tersebut.
1) Faktor Keluarga
Minat belajar siswa bias dipengaruhi oleh keluarga seperti cara orang tua mendidik, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga. Akan diuraikan sebagai berikut :
(a) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo yang menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Jika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya (acuh tak acuh terhadap belajar anaknya) seperti tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat belajarnya dan tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, semua ini berpengaruh pada semangat belajar anaknya, bias jadi anaknya tersebut malas dan tidak bersemangat belajar. Hasil yang didapatkannya pun tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya.
Mendidik anak tidak baik jika terlalu dimanjakan dan juga tidak baik jika mendidik terlalu keras. Untuk itu, perlu adanya bimbingan dan penyuluhan yang tentunya melibatkan orang tua, yang sangat berperan penting akan keberhasilan bimbingan tersebut.
(b) Suasana rumah
Suasana rumah dimaksudkan adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga, dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, ramai dan semrawut tidak memberi ketenangan kepada anaknya yang belajar. Biasanya ini terjadi pada keluarga yang besar dan terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut, sering cekcok, bias menyebabkan anak bosan di rumah, dan sulit berkonsentrasi dalam belajarnya. Dan akibatnya anak tidak semangat dan bosan belajar, karena terganggu oleh hal-hal tersebut.
Untuk memberikan motivasi yang mendalam pada anak-anak perlu diciptakan suasana rumah yang tenang, tentram dan penuh kasih saying supaya anak tersebut betah dirumah dan bias berkonsentrasi dalam belajarnya.
(c) Keadaan Ekonomi Keluarga
Dalam kegiatan belajar, seorang anak akadang-kadang memerlukan sarana prasarana atau fasilitas-fasilitas belajar seperti buku, alat-alat tulis dan sebagainya. Fasilitas ini hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang, jika fasilitas tersebut tidak dapat dijangkau oleh keluarga. Ini bias menjadi faktor penghambat dalam belajar tapi sianak hendaknya diberi pengertian tentang hal itu. Agar anak bias mengerti dan tidak sampai mengganggu belajarnya. Tapi jika memungkinkan untuk mencukupi fasilitas tersebut, maka penuhilah fasilitas tersebut, agar anak bersemangat senang belajar.
2) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi minat belajar siswa mencakup metode mengajar, kurikulum, pekerjaan rumah.
(a) Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui dalam mengajar, metode mengajar ini mempengaruhi minat belajar siswa. Jika metode mengajar guru kurang baik dalam artian guru kurang menguasai materi-materi kurang persiapan, guru tidak menggunakan variasi dalam menyampaikan pelajaran alias monoton, semua ini bias berpengaruh tidak baik bagi semangat belajar siswa. Siswa bisa malas belajar, bosan, mengantuk dan akibatnya siswa tidak berhasil dalam menguasai materi pelajaran.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru hendaknya menggunakan metode mengajar yang tepat, efesien dan efektif yakni dengan dilakukannya keterampilan variasi dalam menyampaikan materi.
(b) Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang seharusnya disajikan itu sesuai dengan kebutuhan bakat dan cita-cita siswa juga masyarakat setempat. Jadi kurikulum bisa dianggap tidak baik jika kurikulum tersebut terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa.
Perlu diingat bahwa system intruksional sekarang menghendaki proses belajar mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu memahami siswa dengan baik, agar dapat melayani siswa dan memberi semangat belajar siswa, agar dapat melayani siswa dan memberi semangat belajar siswa. Adanya kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan-kebutuhan siswa, akan meningkatkan semangat, dan minat belajar siswa, sehingga siswa mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.
(c) Pekerjaan rumah
Pekerjaan rumah yang terlalu banyak dibebankan oleh guru kepada murid untuk dikerjakan di rumah. Merupakan momok penghambat dalam kegiatan belajar, karena membuat siswa cepat bosan adalah belajar siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengerjakan kegiatan yang lain. Untuk menghindari kebosanan tersebut guru janganlah terlalu banyak memberi tugas rumah (PR), berilah kesempatan siswa unuk melakukan kegiatan yang lain, agar siswa tidak merasa bosan dan lelah dengan belajar.
c. Faktor masyarakat
Masyarakat juga berpengaruh terhadap minat belajar siswa, berikut ini penulis membahas beberapa faktor masyarakat yang bisa mempengaruhi minat belajar siswa, yakni :
1) Kegiatan dalam masyarakat
Disamping belajar, anak juga mempunyai kegiatan-kegiatan lain diluar sekolah, misalnya karang taruna, menari, olah raga dan lain sebagainya. Bila kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan berlebih-lebihan, bisa menurunkan semangat belajar siswa, karena anak sudah terlanjur senang dalam organisasi atau kegiatan dimasyarakat, dan perlu diingatkan tidak semua kegiatan dimasyarakat berdampak baik bagi anak.
Maka dari itu, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya, supaya jangan atau tidak hanyut dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang belajar anak. Jadi orang tua hendaknya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat agar tidak mengganggu belajarnya, dan orang tua juga mengikut sertakan siswa pada kegiatan yang mendukung semangat belajarnya seperti kursus bahasa Inggris, dan komputer.
2) Teman bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwa anak jika teman bergaulnya baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya. Jika teman bergaulnya jelek pasti mempengaruhi sifat yang jelek pada diri siswa. Seyogyanya orang tua memperhatikan pergaulan anak-anaknya, jangan sampai anaknya berteman dengan anak yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan, usahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik yang bisa memberikan semangat belajar yang baik. Tugas orang tua hanya mengontrol dari belakang jangan terlalu dan jangan terlalu dibebaskan yang bijaksana saja, agar siswa tidak terganggu dan terhambat belajarnya.
Masih banyak pengaruh-pengaruh eksternal minat belajar siswa lingkungan sekitar juga bisa mempengaruhi, untuk itu usahakan lingkungan disekitar kita itu baik, agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa/anak, sehingga anak terdorong atau bersemangat belajar.
5. Aspe-Aspek Yang Meningkatkan Dan Menumbuhkan Minat Belajar
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, memuaskan dan melayani kebutuhan-kebutuhannya, begitu juga dengan siswa, jika siswa sudah sadar bahwa belajar merupakan alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggap penting, maka belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya dan otomotis dia bersemangat dalam mempelajari hal tersebut.
Pada kenyataannya tidak semua siswa sadar akan hal itu, dan tidak semua siswa memiliki minat intrinsic yang sama, dengan ketidaksamaan minat tersebut guru hendaknya mengetahui seberapa besar minat siswa tersebut terhadap pelajaran. Jika siswa kurang berminat dan menumbuhkan minat belajar siswa, dan tidak menutup kemungkinan faktor-faktor lain yang mendukung minat belajar siswa.
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada, misalkan siswa menaruh minat terhadap lingkungan (pencemaran) disini pengajar dapat menarik perhatian (minat) siswa dengan bercerita tentang lingkungan sekitar atau bencana alam yang melanda negeri kita, dan bisa juga memperlihatkan tayangan televisi yang berhubungan dengan lingkungan (pencemaran).
Tanner an tanner (1975) juga menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi informasi pada siswa bahan pelajaran yang akan disampaikan dengan dihubungkan bahan pelajaran yang lalu, kemudian diuraikan kegunaannya dimasa yang akan dating. Roijakters (1980) berpendapat bahwa hal ini bisa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita yang sensional, yang sudah diketahui siswa.
Bila usaha-usaha di atas tidak berhasil, bisa menggunakan cara insentif, yaitu alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar mau melakukan sesuatu yang awalnya tidak mau ia lakukan seperti memberi hadiah pada siswa yang belajar dengan baik, memberi hukuman pada siswa yang malas belajar, sehingga hasilnya (prestasinya) buruk, dalam memberikan hukuman jangan terlalu berlebihan (berat), karena bisa menghambat belajar mereka, berilah hukuman yang sewajarnya dan bisa memberi motivasi si anak untuk giat belajar, siswa adalah :
a. Membangkitkan minat-minat siswa yang telah ada
b. Menghubungkan dengan pengalaman (pelajaran) yang lalu
c. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik atau lebih baik dari yang kemarin
d. Menggunakan berbagai macam variasi gaya mengajar
e. Menggunakan berbagai bentuk mengajar baik itu metode penyampaian materi maupun keterampilan-keterampilan yang lain sehingga siswa bersemangat dan berminat untuk mempelajarinya.
Menurut Mahfudz Shalahuddin dalam bukunya pengantar psikologi pendidikan, ada empat aspek yang bisa menumbuhkan minat yaitu :
a. Fungsi/Adanya kebutuhan-kebutuhan
Minat dapat muncul atau digerakkan, jika ada kebutuhan seperti minat terhadap ekonomi, minat ini dapat muncul karena ada kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan bisa dikelompokkan menjadi empat, ini menurut Sardiman AM, kebutuhan tersebut adalah :
1) Kebutuhan psikologis, seperti lapar, haus
2) Kebutuhan cinta dan kasih dalam suatu golongan, seperti disekolah, di rumah
3) Kebutuhan keamanan, seperti rasa aman
4) Kebutuhan untuk mewujudkan cita-cita atau pengembangan bakat
b. Keinginan dan cita-cita
Keinginan dan cita-cita dapat mendorong munculnya minat terhadap sesuatu, seperti keinginan atau cita-cita menjadi dokter. Secara otomatis orang tersebut terdorong dan berminat untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran (kesehatan, penyakit-penyakit).
Semakin besar cita-cita atau keinginan, maka semakin besar/tinggi minat yang muncul dalam diri seseorang.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan terdiri dari dua lingkup, yakni lingkup mikro (individual) dan lingkup makro (sosial,adat istiadat) kebudayaan dapat memunculkan minat-minat tertentu seperti tari-tarian, tari remo dari jawa timur, jaipong dari jawa barat, semua itu akan menarik orang untuk memperhatikan dan mempelajari kebudayaan jawa barat dan jawa timur.
Begitu juga belajar, minat belajar siswa dapat timbul karena adanya kebiasaan belajar.
d. Pengalaman
Pengalaman merupakan permulaan dari kebudayaan seperti pengalaman seorang guru dapat menimbulkan/menumbuhkan minat guru untuk menekuni bidang-bidang keguruan, dengan adanya pengalaman tersebut minat seseorang bisa tergerak (bertambah), missal ada seseorang siswa, tahun lalu menduduki prestasi rendah, maka siswa tersebut berpikiran jangan sampai itu terulang kembali, sehingga ia lebih meningkatkan belajarnya dari tercapainya prestasi yang lebih baik dari yang kemarin (tahun lalu).
Kesulitan belajar atau hambatan yang muncul dalam kegiatan belajar dapat bermacam-macam. Ada yang bersifat fisiologis misalnya waktu belajar sering merasa pusing, cepat mengantuk, mata sakit bila membaca dll. Hambatan yang bersifat psikologis misalnya tidak minat belajar, kemampuan tidak menunjang dalam kondisi stress, ada juga hambatan yang bersifat sosial kehadiran teman waktu belajar, situasi keluarga yang ramai, keluarga tidak harmonis, dan sebagainya.Hambatan tersebut baik disadari atau tidak disadari sangat mengganggu proses belajar sehinga anak tidak dapat mencapai hasil prestasi belajar dengan baik.
Gejala kesulitan belajar;
1). Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah suatu keadaan proses belajar anak terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan pada anak yang mengalami kekacauan belajar seperti ini potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajar anak terhambat oleh adanya reaksi-reaksi belajar yang bertentangan , sehingga tidak bisa menguasai bahan yang dipelajari dengan baik. Jadi dalam belajar anak mengalami kebingungan untuk memahami bahan belajar.
2). Learning Disabilities atau ketidak mampuan belajar.
Adalah suatu gejala anak tidak mampu belajar atau menghindari kegiatan belajar dengan berbagai sebab sehingga hasil belajar yang dicapai berada di bawah potensi intelektualnya.
3). Learning disfungctions
suatu kesulitan belajar yang mengacu pada gejala proses belajar tidak dapat berfungsi dengan baik, walaupun anak tidak menunjukka adanya subnormal mental, gangguan alat indera, ataupun gangguan psikologis yang lain. Misalnya anak sudah belajar dengan tekun namun tidak mampu menguasai bahan belajar dengan baik.
4). Under Achiever
suatu kesulitan belajar yang terjadi pada anak yang tergolong potensi intelektualnya di atas normal tetapi prestasi belajarnya yang dicapai rendah.
5). Slow Learner atau lambat belajar
anak sangat lambat dalam proses belajarnya sehingga setiap melakukan kegiatan membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan anak lain yang memiliki potensi intelektual yang sama.
TUNTASKAN MASALAH !!!
Salah satu tantangan pembelajaran di kelas adalah permasalahan belajar siswa yang tidak boleh dibiarkan begitu saja guru akan tetap secara efektif berusaha membantu, membimbing siswa untuk mencapai tujuan-tujuan perkembangannya; sekaligus mengatasi permasalahannya. Permasalahan belajar yang sering dihadapi siswa antara lain; yaitu;
· Kasus individualitas; contohnya prestasi rendah, dan kurang minat belajar .
· Kasus sosialitas antara lain pendiam, melanggar tata tertib, membolos, sering terlambat, sering bertengkar, dimanja, sulit beradaptasi, pemalu, penakut, canggung, penyendiri, kurang bergaul, berlaku kasar, berbicara kotor, dan diperlakukan sangat keras.
· Kasus moralitas; yakni: melanggar tata tertib, membolos, terlambat jarang masuk sekolah, berbicara tidak senonoh, nakal, kasar, dan lain sebagainya.
· Kasus keterlambatan akademik; misal keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkan secara optimal, ketercepatan dalam belajar dengan bakat akademik cukup tinggi I Q 130 atau lebih tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi, sangat lambat dalam belajar; yakni siswa yang memiliki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pembelajaran khusus, kurang motifasi dalam belajar; merupakan keadaan siswa yang kurang semangat dalam belajar, mereka seolah-olah tampak jera dan malas, bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar kondisi siswa yang kegiatan atau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan yang seharusnya, suka menunda waktu, mengulur waktu, tugas, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui, dan sebagainya, serta siswa yang belum menguasai baham pelajaran sesuai patok yang ditetapkan, dikatakan belum menguasai tujuan-tujuan pengajaran.
Digolongkan siswa yang mengalami masalah dalam belajar dan memerlukan bantuan khusus. Sedang siswa yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan yang disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai yang cepat dalam belajar. Mereka ini patut mendapat tugas-tugas tambahan sebagai pengayaan
Orang tua di rumah, guru di sekolah dan masyarakat kiranya perlu menciptakan suasana kondusif sebagai tempat membesarkan siswa di rumah, di sekolah ataupun di masyarakat yang ramah, peduli terhadap permasalahan belajar dan berusa untuk mengentaskan permasalahan belajar siswa, Sehingga siswa dapat mencapai cita-cita masa depannya.
PENTINGKAH MOTIVASI ?
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesatnya saat ini sudah sepantasnya memerlukan generasi yang tangguh, ulet, dan handal guna menghadapi tantangan perubahan kemajuan di abad globalisasi.
Anak perlu pembiasaan positif secara sabar, sadar untuk mau melaksanakannya tugasnya sebagai pelajar; tentunya perlu keteladanan dari orang-orang di sekitarnya; seperti ayah, ibu, kakak, orang yang tinggal dalam keluarga tersebut. Sedangkan di sekolah keteladanan guru, dan contoh tingkah laku sangat diperlukan siswanya. Begitu pula di lingkungan masyarakat dibutuhkan juga keteladanan perilaku sehari-hari yang terpuji; melalui motivasi dari orang tua, guru, dan masyarakat.
Mengapa motivasi penting ? Bagaimana memotivasi siswa belajar ?
Menyimak pendapat pakar tentang Pmanfaat motivasi ada tiga.
a. Merasa aman, tumbuh cinta kasih, dan mewujudkan diri sendiri yang oleh Maslow disebut sebagai piramida kebutuhan: â€Physiological, Safety, Love and Belonging, Self Esteem, Self Actualization, dan Understanding and Knowledge.†Memenuhi kepuasan dan kebutuhan organik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik/primer, perjuangan hidup, dan perjuangan untuk mempertahankan hidup,â€Struggle for Survival.â€Tekun belajar, tekun menghadapi dan menyelesaikan tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukan minat terhadap berbagai masalah, lebih senang belajar sendiri, dan cepat bosan pada tugas yang rutin/mekanis, adanya unsure â€Å“ id dan ego.â€Freud dalam Teori Psikoanalitik; karena Fungsi motivasi adalah untuk mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan untuk mencapai tujuan, dan menyeleksi perbuatan yang akan dikerjakan lebih dahulu, mengembangkan aktivitas, inisiatif, dan dapat mengarahkan serta memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Bentuk-bentuk motivasi belajar berupa pemberian: angka, hadiah, ego involverment, ulangan, hasil ulangan, pujian hukuman, hasrat, dan minat untuk belajar
b. Jenis motivasi: â€Å“Cognitive motives, Self–expression, Self–enhancement†berguna dalam pengembangan intelektual, berkreatifitas, imajinasi aktualisasi diri, dan pengembangan kompetensi guna meningkatkan kemajuan diri. Dalam belajar terciptanya suasana kompetensi yang sehat bagi peserta didik bermanfaat untuk meraih prestasi.
c. Fungsi motivasi adalah untuk mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan untuk mencapai tujuan, dan menyeleksi perbuatan yang akan dikerjakan lebih dahulu.
KEKERASAN PADA SISWA
A. Definisi
Kekerasan pada siswa adalah suatu tindakan keras yang dilakukan terhadap siswa di sekolah dengan dalih mendisiplinkan siswa (Charters dalam Anshori, 2007). Ada beberapa bentuk kekerasan yang umumnya dialami atau dilakukan siswa.
Kekerasan fisik : kekerasan fisik merupakan suatu bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan luka atau cedera pada siswa, seperti memukul, menganiaya, dll.
Kekerasan psikis : kekerasan secara emosional dilakukan dengan cara menghina, melecehkan, mencela atau melontarkan perkataan yang menyakiti perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang merasa hina, kecil, lemah, jelek, tidak berguna dan tidak berdaya.
Kekerasan defensive : kekerasan defensive dilakukan dalam rangka tindakan perlindungan, bukan tindakan penyerangan (Rini, 2008).
Kekerasan agresif : kekerasan agresif adalah kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu seperti merampas, dll (Rini, 2008).
B. Faktor-faktor Penyebab Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu:
1. Dari Guru
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru melakukan kekerasan pada siswanya, yaitu:
Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko menimbulkan trauma psikologis dan melukai harga diri siswa.
Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Bagaimana pun juga, setiap anak punya konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap kata dan tindakan yang terlihat saat ini, termasuk tindakan siswa yang dianggap "melanggar" batas. Apa yang terlihat di permukaan, merupakan sebuah tanda / sign dari masalah yang tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan sebatas "menangani" tindakan siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan / sikap siswa.
Adanya masalah psikologis yang menyebabkan hambatan dalam mengelola emosi hingga guru ybs menjadi lebih sensitif dan reaktif.
Adanya tekanan kerja : target yang harus dipenuhi oleh guru, baik dari segi kurikulum, materi maupun prestasi yang harus dicapai siswa didiknya sementara kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil yang ideal dan maksimal cukup besar.
Pola authoritarian masih umum digunakan dalam pola pengajaran di Indonesia. Pola authoritarian mengedepankan faktor kepatuhan dan ketaatan pada figure otoritas sehingga pola belajar mengajar bersifat satu arah (dari guru ke murid). Implikasinya, murid kurang punya kesempatan untuk berpendapat dan berekspresi. Dan, pola ini bisa berdampak negatif jika dalam diri sang guru terdapat insecurity yang berusaha di kompensasi lewat penerapan kekuasaan.
Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan afektif (Rini, 2008). Tidak menutup kemungkinan suasana belajar jadi "kering" dan stressful, dan pihak guru pun kesulitan dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi.
2. Dari Siswa
Salah satu factor yang bisa ikut mempengaruhi terjadinya kekerasan, adalah dari sikap siswa tersebut. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri. Kecenderungan sadomasochism tanpa sadar bisa melandasi interaksi antara siswa dengan pihak guru, teman atau kakak kelas atau adik kelas. Perasaan bahwa dirinya lemah, tidak pandai, tidak berguna, tidak berharga, tidak dicintai, kurang diperhatikan, rasa takut diabaikan, bisa saja membuat seorang siswa clinging pada powerful / authority figure dan malah "memancing" orang tersebut untuk actively responding to his / her need meskipun dengan cara yang tidak sehat. Contohnya, tidak heran jika anak berusaha mencari perhatian dengan bertingkah yang memancing amarah, agresifitas,atau pun hukuman. Tapi, dengan demikian, tujuannya tercapai, yakni mendapat perhatian. Sebaliknya, bisa juga perasaan inferioritas dan tidak berharga di kompensasikan dengan menindas pihak lain yang lebih lemah supaya dirinya merasa hebat.
3. Dari Keluarga
Kekerasan yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, perlu juga dilihat dari facror kesejahteraan.
Pola Asuh
Anak yang dididik dalam pola asih yang indulgent, highly privilege (orang tua sangat memanjakan anak dan memmenuhi semua keinginan anak), tumbuh dengan lack of internal control and lack of sense of responsibility. Mengapa? Dengan memenuhi semua keinginan dan tuntutan mereka, anak tidak belajar mengendalikan impulse, menyeleksi dan menyusun skala prioritas kebutuhan, dan bahkan tidak belajar mengelola emosi. Ini jadi bahaya karena anak merasa jadi raja dan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dan bahkan menuntut orang lain melakukan keinginannya. Jadi anak akan memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, dengan cara apapun juga asalkan tujuannya tercapai. Anak juga tak memiliki sense of responsibility karena kemudahan yang ia dapatkan, membuat anak tidak berpikir action-consequences, aksi reaksi, kalau mau sesuatu ya harus berusaha. Anak di sekolah ingin dapat nilai bagus tapi tidak mau belajar, akhirnya mencontek, atau memaksa siswa lain memberi contekan dengan ancaman atau pun bribe .
Orang tua yang emotionally or physically uninvolved, bisa menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki, jelek, bodoh, tidak baik, dsb. Kalau situasi ini tidak sempat diperbaiki, bisa menimbulkan dampak psikologi, yakni munculnya perasaan inferior, rejected, dsb. Unresolved feeling of emotionally - physically rejected, membuat anak memilih untuk jadi bayang-bayang orang lain, clinging to strong identity meskipun sering jadi bahan tertawaan atau hinaan, disuruh-suruh. Atau, anak cenderung menarik diri dari pergaulan, jadi pendiam, pemurung atau penakut hingga memancing pihak aggressor untuk menindas mereka. Sebaliknya, orang tua yang terlalu rigid dan authoritarian, tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk berekspresi, dan lebih banyak mengkritik, membuat anak merasa dirinya "not good enough" person, hingga dalam diri mereka bisa tumbuh inferioritas, dependensi, sikapnya penuh keraguan, tidak percaya diri, rasa takut pada pihak yang lebih kuat, sikap taat dan patuh yang irrasional, dsb. Atau, anak jadi tertekan, karena harus menahan semua gejolak emosi, rasa marah, kecewa, sedih, sakit hati - tanpa ada jalan keluar yang sehat. Lambat laun tekanan emosi itu bisa keluar dalam bentuk agresivitas yang diarahkan pada orang lain.
Orang Tua menghadapi psikologis
Jika orangtua mengalami masalah psikologis yang berlarut-larut, bisa mempengaruhi pola hubungan dengan anak. Misalnya, orang tua yang stress berkepanjangan, jadi sensitif, kurang sabar dan mudah marah pada anak, atau melampiaskan kekesalan pada anak. Lama kelamaan kondisi ini mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Ia bisa kehilangan semangat, daya konsentrasi, jadi sensitif, reaktif, cepat marah, dsb.
Keluarga Disfungsional
Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan terhadap sang anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul, atau menyiksa fisik atau emosi, intimidasi anggota keluarga lain; atau keluarga yang sering konflik terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah berkepanjangan yang dialami oleh keluarga hingga menyita energy psikis dan fisik, hingga mempengaruhi interaksi, komunikasi dan bahkan kemampuan belajar, kemampuan kerja beberapa anggota keluarga yang lain. Situasi demikian mempengaruhi kondisi emosi anak dan lebih jauh mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Sering dijumpai siswa "bermasalah", setelah diteliti ternyata memiliki latar belakang keluarga yang disfungsiona
Dari Lingkungan
Tak dapat dipungkiri bahwa kekerasan yang terjadi selama ini juga terjadi karena adanya faktor lingkungan, yaitu:
Adanya budaya kekerasan : seseorang melakukan kekerasan karena dirinya berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan kekerasan. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang kekerasan hal yang biasa / wajar.
Mengalami sindrom Stockholm : Sindrom Stockholm merupakan suatu kondisi psikologis dimana antara pihak korban dengan pihak aggressor terbangun hubungan yang positif dan later on korban membantu aggressor mewujudkan keinginan mereka. Contoh, kekerasan yang terjadi ketika mahasiswa senior melakukan kekerasan pada mahasiswa baru pada masa orientasi bersama terjadi karena mahasiswa senior meniru sikap seniornya dulu dan dimasa lalunya juga pernah mengalami kekerasan pada masa orientasi
Tayangan televisi yang banyak berbau kekerasan : Jika seseorang terlalu sering menonton tayangan kekerasan maka akan mengakibatkan dirinya terdorong untuk mengimitasi perilaku kekerasan yang ada di televisi. Sebab, dalam tayangan tersebut menampilkan kekerasan yang diasosiasikan dengan kesuksesan, kekuatan dan kejayaan seseorang. Akibatnya, dalam pola berpikir muncul premis bahwa jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan kekerasan.
C. Dampak kekerasan Pada Siswa
Apa saja dampak kekerasan pada siswa? Kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak fisik dan psikis, yaitu:
Dampak fisik : kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.
Dampak psikologis : trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
Dampak sosial : siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.
D. Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Pada Siswa di Sekolah
Bukankah kita mengharapkan agar generasi penerus kita merupakan generasi yang sehat secara fisik dan psikis? Oleh karena itu, kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah perlu ditangani karena mengakibatkan dampak negatif bagi siswa. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah, yaitu:
1. Bagi Sekolah
Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang ditujukan pada anak dengan mengatakan "tidak" pada kekerasan dan menentang segala bentuk kekerasan. Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa (Susilowati, 2007).
Hukuman yang diberikan, berkorelasi dengan tindakan anak. Ada sebab ada akibat, ada kesalahan dan ada konsekuensi tanggung jawabnya.Dengan menerapkan hukuman yang selaras dengan konsekuensi logis tindakan siswa yang dianggap keliru, sudah mencegah pemilihan / tindakan hukuman yang tidak rasional.
Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan wawasan / pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman baru, kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Guru juga membutuhkan aktualisasi diri, tidak hanya dalam bentuk materi, status, dsb. Guru juga senang jika diberi kesempatan untuk menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencoba mengembangkan metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip dan nilai-nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi guru pun mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau pun bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.
Segera memberikan pertolongan bagi siapapun yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti kasus tersebut dengan cara adekuat.
Sekolah yang ramah bagi siswa merupakan sekolah yang berbasis pada hak asasi, kondisi belajar mengajar yang efektif dan berfokus pada siswa, dan memfokuskan pada lingkungan yang ramah pada siswa. Menurut Rini (2008), perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan berusaha mengubah suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis siswa.
2. Bagi Orangtua atau keluarga
Perlu lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilihkan sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah.
Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang tua murid untuk memantau perkembangan anaknya.
Orangtua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan daripada hukuman, agar anak-anaknya mampu bertanggung jawab secara sosial
Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung unsur kekerasan. Kekerasan yang ditampilkan dalam film cenderung dikorelasikan dengan heroisme, kehebatan, kekuatan dan kekuasaan.
Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya dan jangan sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan, menghindari konflik, malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan menyita energy. Sikap terbuka satu sama lain dan saling mendukung, sangat diperlukan untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan baik.
Carilah bantuan pihak professional jika persoalan dalam rumah tangga, semakin menimbulkan tekanan hingga menyebabkan salah satu atau beberapa anggota keluarga mengalami hambatan dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari.
3. Bagi Siswa Yang Menghadapi Kekerasan
Segera sharing pada orangtua atau guru atau orang yang dapat dipercaya mengenai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera mendapatkan pertolongan untuk pemulihan kondisi fisik dan psikisnya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak, baik guru, orang tua dan siswa untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi atau aksi yang tepat, namun semakin menambah masalah. Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat dan mengurangi terjadinya kekerasan pada siswa. Perlu diingat, bahwa untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan kerjasama dari semua pihak.
Keajaiban Otak Manusia dan Pengaruhnya Dalam Pembelajaran
Otak manusia merupakan bagian tubuh paling kompleks yang pernah dikenal di alam semesta. Inilah satu-satunya organ yang senantiasa berkembang sehingga ia dapat mempelajari dirinya sendiri. Jika dirawat oleh tubuh yang sehat dan lingkungan yang menimbulkan rangsangan, otak itu akan berfungsi secara aktif dan reaktif selama lebih dari seratus tahun.
Bobby De Porter & Mike Hernacki sekitar tahun 90-an meluncurkan buku yang sangat terkenal yaitu Quantum Learning : Unleashing The Genius In You, yang diterjemahkan oleh Penerbit Kaifa dengan judul Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan (1992). Dalam bukunya itu, kedua penulis menitikberatkan pada upaya untuk memanfaatkan potensi otak manusia secara optimal.
Dalam hipotesisnya, Bobby De Porter & Mike Hernacki menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari 3 (tiga) bagian dasar, yaitu batang atau “otak reptile“, system limbik atau “otak mamalia” dan neokorteks. Ketiga bagian itu masing-masing berkembang pada waktu yang berbeda dan mempunyai struktur syaraf tertentu serta mengatur tugasnya masing-masing. Batang atau otak reptile adalah komponen kecerdasan terendah dari manusia. Ia bertanggung jawab terhadap fungsi-fungsi sensor motorik sebagai insting mempertahankan hidup dan pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari pancaindera. Apabila otak reptile ini dominan, maka kita tidak dapat berfikir pada tingkat yang sangat tinggi.
Di sekeliling otak reptile terdapat sistim limbik yang sangat kompleks dan luas. Sistim limbik ini terletak di tengah otak yang fungsinya bersifat emosional dan kognitif. Perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampaun belajar dikendalikan oleh sistim limbik ini. Sistim ini juga merupakan panel control yang menggunakan informasi dari pancaindra untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian neokorteks.
Neokorteks adalah bagian otak yang menyimpan kecerdasan yang lebih tinggi. Penalaran, berfikir secara intelektual, pembuatan keputusan, bahasa, perilaku yang baik, kendali motorik sadar dan penciptaan gagasan (idea) berasal dari pengaturan neokorteks. Menurut Howard Gardner, kecerdasan majemuk (multiple intelegence) berada pada bagian ini. Bahkan pada bagian ini pula terdapat intuisi yaitu kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak diterima oleh pancaindera.
Selain tiga bagian diatas, otak juga dibagi menjadi dua belahan penting, yaitu otak kiri dan otak kanan, yang masing-masing bertanggung jawab atas cara berfikir yang berbeda-beda, walau penyilangan antara dua bagian itu pun tetap ada. Otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional. Otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik.
Kedua bagian belahan otak itu amat penting dalam kecerdasan dan tingkat kesuksesan. Orang yang mampu memanfaatkan kedua belahan otak ini secara proporsional akan cenderung seimbang dalam setiap aspek kehidupannya. Tentunya dalam kegiatan pembelajaran yang mengacu dan memperhatikan kedua belahan otak ini juga akan menentukan sejauhmana tingkat kecerdasan yang dapat diraih oleh peserta didik.
Paradigma pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan kecerdasan selayaknya mengacu pada perkembangan otak manusia seutuhnya. Realitas pembelajaran dewasa ini menunjukkan bahwa kegiatan belajar mengajar lebih banyak mengacu pada target pencapaian kurikulum dibandingkan dengan menciptakan siswa yang cerdas secara utuh. Akibatnya, peserta didik dijejali dengan berbagai macam informasi tanpa diberi kesempatan untuk melakukan telaahan dan perenungan secara kritis, sehingga tidak mampu memberikan respons yang positif. Mereka dianggap seperti kertas kosong yang siap menerima coretan informasi dan ilmu pengetahuan.
Sementara itu, kegiatan yang terjadi di dalam ruang belajar masih bersifat tradisional yakni menempatkan guru pada posisi sentral (teacher centered) dan siswa sebagai objek pembelajaran dengan aktivitas utamanya untuk menerima dan menghafal materi pelajaran, mengerjakan tugas dengan penuh keterpaksaan, menerima hukuman atas kesalahan yang diperbuat, dan jarang sekali mendapat penghargaan dan pujian atas jerih-payahnya.
Oleh karena itu, dalam upaya mengubah paradigma pembelajaran sehingga dapat memberdayakan otak secara optimal, pendapat Eric Jensen dalam bukunya Brain Based Learning, patut untuk dijadikan rujukan. Dia menawarkan sebuah konsep dalam menciptakan pembelajaran dengan orientasi pada upaya pemberdayaan otak siswa. Menurutnya ada tiga strategi berkaitan dengan cara kita mengimplementasikan pembelajaran berbasis kemampuan otak, yaitu :
menciptakan suasana atau lingkungan yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa. Strategi ini bisa dilakukan terutama pada saat guru memberikan soal-soal untuk mengevaluasi materi pelajaran. Soal-soal yang diberikan harus dikemas seatraktif mungkin sehingga kemampuan berpikir siswa lebih otimal, seperti melalui teka-teki, simulasi, permainan dan sebagainya.
menghadirkan siswa dalam lingkungan pembelajaran yang cukup menyenangkan. Guru tidak hanya memanfaatkan ruangan kelas untuk belajar siswa, tetapi juga tempat-tempat lainnya, seperti di taman, di lapangan bahkan diluar kampus. Guru harus menghindarkan situasi pembelajaran yang dapat membuat siswa merasa tidak nyaman, mudah bosan atau tidak senang terlibat di dalamnya. Strategi pembelajaran yang digunakan lebih menekankan pada diskusi kelompok yang diselingi permainan menarik serta variasi lain yang kiranya dapat menciptakan suasana yang menggairahkan siswa dalam belajar.
membuat suasana pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang aktif dan bermakna hanya dapat dilakukan apabila siswa secara fisik maupun psikis dapat beraktivitas secara optimal. Strategi pembelajaran yang digunakan dikemas sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktraktif dan interaktif, melalui model pembelajaran yang bersifat demontrasi.
Apa yang dikemukakan Eric Jensen di atas merupakan upaya konkret dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Namun, kunci keberhasilan itu semua terletak pada kemauan dan kemampuan guru untuk mereformasi cara dan strategi pembelajarannya serta berani untuk menggeser paradigma berfikirnya, sehingga lebih bersifat praksis ketimbangang teoritis.
TEORI BELAJAR BEHAVIOURISTIK
1. Albert Bandura (1925- )
A. Teori Albert Bandura sangat terkenal dengan Teori Pembelajaran Sosial ( Social Learning Theory) yaitu sikap, tabiat dan tingkah laku individu itu ditiru dan dipelajari daripada interaksinya dengan masyarakat atau orang lain. Apabila orang itu menganggap suatu sikap atau tabiatnya tidak disukai, maka dia memilih sama dan mau meneruskannya atau justru mengubah sikap dan tabiatnya itu. Individu meneruskan atau mengubah sikap dan tabiatnya karena adanya faktor-faktor pengukuh yang mempengaruhi perilakunya. Menurut teori bandura ada dua jenis faktor pengukuh. Yang pertama adalah faktor di luar diri individu yaitu perkara-perkara yang dialami secara langsung akibat perlakuannya seperti pujian atau kutukan yang dialaminya setelah melakukan suatu perbuatan. Melalui pujian atau kutukan tersebut, individu belajar apa yang disebut sebagai peratiran-peraturan masyarakat. Faktor pengukuh yang kedua adalah faktor yang datang dari sistem yang ada di dalam diri individu itu sendiri, seperti konsep diri dan estim diri. Dalam estim diri individu terbagi menjadi dua yaitu estim diri yang banyak memperkukuh sikap dan tabiatnya sendiri disebut estim tinggi. Sedangkan estim rendah yaitu individu tidak banyak memperkukuh sikap dan tabuatnya sendiri. Kedua estim dalam diri tersebut sangat mempengaruhi sikap dan tabiat serta perilaku individu.
B. Aplikasi dalam pembelajaran
Guru perlu menerapkan beberapa strategi untuk mempengaruhi pemikiran dan perilaku siswa. Dan sebagai pembimbing atau konselor, guru dapat menggunakan berbagai pendekatan baik secara individu maupun kelompok.
· Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga dapat mendorong siswa untuk berkembang sesuai dengan bakat dan minatnya. Karena siswa merupakan salah satu siswa yang sikap, tabiat dan perilakunya terbentuk dengan melihat dan mengamati orang lain yang ada di sekitarnya. Guru beserta seluruh warga sekolah merupakan salah satu model yang dapat ditiru oleh siswa.
· Selama pembelajaran berlangsung, guru memberikan pujian pada siswa yang unggul dan berprestasi. Sebaliknya guru memberikan hukuman pada siswa yang berbuat menyimpang.
2. Burhuss Frederic Skinner (1904-1990)
A. Teori Skinner dalam teori Operant Conditioning/ Teori Pelaziman Operan mengatakan bahwa perkembangan kepribadian seseorang atau perilaku yang adalah sebagai akibat dari respon terhadap adanya kejadian eksternal. Atau tingkah laku seseorang merupakan reaksi terhadap stimulus tertentu.Bagi Skinner konsep utama pelaziman operan terbagi menjadi dua yaitu penguatan (reinforcement) dan denda (punishment). Penguatan terdiri dari dua macam yaitu penguatan positif dengan cara memberikan reward/imbalan dan penguatan negatif yang memungkinkan individu mengulangi tingkah laku yang dapat menjauhi dan mengurangi keadaan negatif.
Untuk membuktikan teorinya, Skinner mengadakan penelitian pengondisian operan pada seekor tikus. Tikus dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang sudah dipersiapkan secara khusus. Tikus bergerak kesana-kemari, dan secara kebetulan menginjak alat penekan (operant conditioning) yang diikuti adanya makanan. Setiap kali tikus menginjak alat penekan, disusul dengan keluarnya makanan(stimulus tak terkondisi), akhirnya gerakan tikus itu (trial and error) makin terarah pada alat penekan. Tingkah laku tikus menekan disebut tingkah laku operan, dari tidak ada menjadi tersedia makanan. Makanan merupakan imbalan (reward) bagi tingkah laku menekan alat. Pada percobaan berikutnya Skinner hanya akan memberikan makanan jika lampu sudah menyala. Kalau lampu tidak menyala, meskipun alat ditekan makanan tidak keluar. Kondisi yang demikian dilakukan berulang-ulang sehingga akhirnya tikus hanya akan menekan alat apabila lampu menyala (stimulus terkondisi).
Berasaskan pelaziman operan, Skinner (1951) mengembangkan teknik pembentukan (shaping) untuk melatih hewan menguasai tingkah laku kompleks yang juga relevan kepada tingkah laku manusia. Teknik pembentukan terlibat dengan menguatkan organisme setiap kali ia bertindak ke arah yang diingini sehingga ia menguasai/belajar gerak balas berkenaan dan tidak meguatkan gerak balas itu lagi. Adapun jadwal penguatan (schedule of reinforcement) yang diberikan oleh Skinner meliputi penguatan berterusan, yaitu setiap kali gerak balas dihasilkan, organisme menerima penguatan, dan penguatan berkala yaitu penguatan yang diberikan menurut kekerapan waktu tetentu.
B. Aplikasi dalam pembelajaran
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan-latihan.
Guru memberikan penguatan berupa reward/imbalan pada siswa yang memberikan gerak balas stimulus sesuai dengan keaktifannya.
3. Erward Lee Thorndik (1874-1949)
A. TeoriThorndike dengan teoro S-Rnya mengatakan bahwa belajar merupakan perstiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut Stimulus (S) dengan Respon (R). dengan kata lain bahwa dasar proses belajar adalah asosiasi. Sedangkan suatu stimulus akan menimbulkan suatu respon tertentu. Dalam hal ini thorndike menggunakan kucing dan puzzle box dalam eksperimennya.
Dalam proses belajar, organisme (manusia-binatang) dalam situasi yang mengandung masalah yaitu individu akan melakukan trial and error. Adapun proses belajar yang mengikuti prinsip trial and error, antara lain the law of effect (hukum efek), the law of exercise (hukum latihan) dan the law of readiness (hukum kesiapan).
Kemudian Thorndike menjelaskan bahwa sesuatu yang dipelajari terdahulu akan mempengaruhi sesuatu yang dipelajari kemudian (transfer of training). Jika antara yang dipelajari terdahulu dengan yang dipelajari kemudian terdapat perbedaan sehingga sulit untuk mempelajarinya, maka terjadi transfer negatif. Sebaliknya jika terjadi persamaan sehinga memudahkan untuk mempelajarinya, maka terjadi transfer positif.
B. Aplikasi dalam pembelajaran
Untuk mendapatkan respons yang baik dari siswa, guru harus memberikan stimulus agar siswa tertarik di dalam mengikuti proses belajar mengajar.
Agar proses belajar mengajar tercipta dengan baik dan optimal, guru menggunakan prinsip trial and error yaitu suasana yang menyenangkan (hukum efek), latihan yang berulang-ulang (hukum latihan) dan membuat siswa siap dalam menerima pelajaran (hukum kesiapan).
4. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
A. Teori Classical Conditioning/teori Pelaziman klasik menyatakan bahwa individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya. Dalam hal ini , Pavlov menggunakan seekor anjing pada eksperimennya yang mana dengan adanya rangsang akan menghasilkan gerak balas.
B. Aplikasi dalam pembelajaran Guru perlu memberikan motivasi pada siswa dan memberikan beberapa latihan, pembiasaan atau pengalaman yang menarik dengan melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.
| Tinjauan Tentang Minat Belajar Siswa
1. Pengertian Minat Belajar siswa
Minat belajar terdiri dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini beda arti, untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu, sebagai berikut :
a. Minat menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu gairah keinginan.
b. Minat menurut Mahfudz Shalahuddin adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan.
c. Minat menurut Crow dan Crow, minat atau interest bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita cenderung atau merasa tertarik pada orang, benda dan kegiatan.
d. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang akan diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang.
e. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.
Berdasarkan Definisi-definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang relative menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang. Menurut Berhard "minat" timbul atau muncul tidaksecara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan. Sedangkan pengertian belajar adalah sebagai berikut :
a. Belajar menurut Ernest R Hicgard adalah proses pembuatan yang dengan sengaja bisa menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahanyang ditumbulkan sebelumnya.
b. Menurut Gagne, belajar merupakan perubahan yang diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang sempurna itu.
c. Menurut para ahli psikologi, belajarmerupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup.
d. Menurut Sardiman, belajar merupakan usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya.
Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar itu menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja.
Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang (siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar.
Agama Islam pun sangat memperhatikan masalah pendidikan (khususnya belajar) untuk mencari dan menuntut ilmu pengetahuan, karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu dan dengan belajar manusia dapat pandai, mengerti tentang hal-hal yang ia pelajari, dan dengan ilmu itupun manusia ibadahnya menjadi sempurna, begitu pentingnya ilmu Rasulullah SAW. mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik laki-laki maupun perempuan. Sabda Rasulullah SAW. dalam haditsnya :
Artinya :Tuntutlah ilmu walaupun dinegeri cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (laki-laki atau perempuan), sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut. (H.R. Ibnu Abdil bar).
Minat ini besar pengaruhnya terhadap belajar, karena minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan derajat keaktifan siswa, bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya. Oleh karena itu, untuk mengatasi siswa yang kurang berminat dalam belajar, guru hendaknya berusaha bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu butuh dan ingin terus belajar. Dalam artian menciptakan siswa yang mempunyai minat belajar yang besar, mungkin dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik, salah satunya adalah mengembangkan variasi dalam gaya mengajar. Dengan variasi ini siswa bisa merasa senang dan memperoleh kepuasan terhadap belajar.
Minat mengandung unsur-unsur kognisi (mengenal), emesi (perasaan), dan konasi (kehendak). Oleh sebab itu, minat dapat dianggap sebagai respon yang sadar, sebab kalau tidak demikian, minat tidak akan mempunyai arti apa-apa.
Unsur kognisi maksudnya adalah minat itu didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai obyek yang dituju oleh minat tersebut unsur emosi, karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai oleh perasaan tertentu, seperti rasa senang, sedangkan unsur konasi merupakan kelanjutan dari unsur kognisi.
Dari kedua unsur tersebut yaitu yang diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan, termasuk kegiatan yang ada di sekolah seperti belajar.
Jadi minat sangat erat hubungannya dengan belajar, belajar tanpa minat akan terasa menjemukan, dalam kenyataannya tidak semua belajar siswa didorong oleh faktor minatnya sendiri, ada yang mengembangkan minatnya terhadap materi pelajaran dikarenakan pengaruh dari gurunya, temannya, orang tuanya. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab sekolah untuk menyediakan situasi dan kondisi yang bisa merangsang minat siswa terhadap belajar.
Membangkitkan minat belajar siswa itu juga merupakan tugas guru yang mana guru harus benar-benar bisa menguasai semua keterampilan yang menyangkut pengajaran, terutama keterampilan dalam bervariasi, keterampilan ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa seperti halnya bervariasi dalam gaya mengajar, jika seorang guru tidak menggunakan variasi tersebut, siswa akan cepat bosan dan jenuh terhadap materi pelajaran. Untuk mengatasi hal-hal tersebut guru hendaklah menggunakan variasi dalam gaya mengajar, agar semangat dan minat siswa dalam belajar meningkat, jika sudah begitu, hasil belajarpun sangat memuaskan. Dan tujuan pembelajaran pun akan tercapai dengan maksimal.
2. Asal-Usul Minat Belajar Siswa
Minat tidak dibawa sejak lahir, minat merupakan hasil dari pengalaman belajar. Jenis pelajaran yang melahirkan minat itu akan menentukan seberapa lama minat bertahan dan kepuasan yang diperoleh dari minat.
Minat timbul tidak secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar itu menurut Bernard. Kalau menurut Ngalim Purwanto minat itu timbul dengan menyatakan diri dalam kecenderungan umum untuk menyelidiki dan menggunakan lingkungan dari pengalaman, anak bisa berkembang kearah berminat atau tidak berminat kepada sesuatu.
Untuk itu ada dua hal yang menyangkut minat yang perlu diperhatikan yakni :
a. Minat pembawaan, minat muncul dengan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, baik itu kebutuhan maupun lingkungan. Minat semacam ini biasanya muncul berdasarkan bakat yang ada.
b. Minat muncul karena adanya pengaruh dari luar, maka minat seseorang bisa saja berubah karena adanya pengaruh dari luar, seperti : lingkungan, orang tuanya, dan bisa saja gurunya.
Dari dua hal di atas, yang nomor dua inilah yang dipermasalahkan atau sedang diperbincangkan dalam skripsi ini, minat yang timbul karena adanya pengaruh dari guru yang menggunakan variasi gaya mengajar.
Ada beberapa indikator-indikator minat belajar siswa sebagai berikut :
1) Pengalaman belajar
Pengalaman yang dimiliki oleh siswa dalam mata pelajaran tersebut baik seperti prestasi belajar.
2) Mempunyai sikap emosional yang tinggi
Seorang anak yang berminat dalam belajar mempunyai sikap emosional yang tinggi misalnya siswa tersebut aktif mengikuti pelajaran, selalu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik.
3) Pokok pembicaraan
Apa yang dibicarakan (didiskusikan) anak dengan orang dewasa atau teman sebaya, dapat memberi petunjuk mengenai minat mereka dan seberapa kuatnya minat tersebut. Jadi, artinya dalam berdiskusi anak tersebut akan antusias semangat dan berprestasi.
4) Buku bacaan (buku yang dibaca)
Biasanya siswa atau anak jika diberi kebebasan untuk memilih buku bacaan tertentu siswa itu akan memilih buku bacaan yang menarik dan sesuai dengan bakat dan minatnya.
5) Pertanyaan
Bila pada saat proses belajar mengajar berlangsung siswa selalu aktif dalam bertanya dan pertanyaan tersebut sesuai dengan materi yang diajarkan itu bertanda bahwa siswa tersebut memiliki minat yang besar terhadap pelajaran tersebut.
Dengan adanya indikator-indikator di atas, seorang guru bisa mengetahui, apakah siswa yang diajarnya itu berminat untuk mempelajari suatu pelajarannya dalam artian belajar atau tidak berminat untuk belajar, jika siswa tidak berminat maka gurunya hendaknya memberi motivasi atau membangkitkan minat siswa tersebut, diantaranya dengan menggunakan variasi gaya mengajar.
3. Peranan Dan Fungsi Minat
Pada setiap minat manusia, minat memegang peranan penting dalam kehidupannya dan mempunyai dampak yang besar atas prilaku dan sikap, minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar, anak yang berminat terhadap sesuatu kegiatan baik itu bekerja maupun belajar, akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
William Amstrong menyatakan bahwa kosentrasi tidak ada bila bila ada minat yang memadai, seseorang tidak akan melakukan kegiatan jika tidak ada minat, Lester dan Alice Crow juga menekankan beberapa pentingnya minat untuk mencapai sukses dalam hidup sesorang.
Suatu minat dalam belajar merupakan suatu kejiwaan yang menyertai siswa dikelas dan menemani siswa dalam belajar. Minat mempunyai fungsi sebagai pendorong yang kuat dalam mencapai prestasi dan minat juga dapat menambah kegembiraan pada setiap yang ditekuni oleh seseorang.
Peranan minat dalam proses belajar mengajar adalah untuk pemusatan pemikiran dan juga untuk menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar seperti adanya kegairahan hati dapat memperbesar daya kemampuan belajar dan juga membantunya tidak melupakan apa yang dipelajarinya, jadi belajar dengan penuh dengan gairah, minat, dapat membuat rasa kepuasan dan kesenangan tersendiri.
Ada beberapa peranan minat dalam belajar antara lain :
a. Menciptakan, menimbulkan kosentrasi atau perhatian dalam belajar
b. Menimbulkan kegembiraan atau perasaan senang dalam belajar
c. Memperkuat ingat siswa tentang pelajaran yang telah diberikan guru
d. Melahirkan sikap belajar yang positif dan kontruktif
e. Memperkecil kebosanan siswa terhadap studi / pelajaran
4. Faktor-Faktor Mempengaruhi Minat Belajar
Berhasil atau tidak seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Faktor-faktor yang mempengaruhi banyak jenisnya, tetapi digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern, dan faktor ekstern, faktor intern adalah faktor yang ada dalam individu seperti faktor, kesehatan, bakat perhatian, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu (dirinya) seperti Keluarga, sekolah, masyarakat.
Dibawah ini akan dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar tersebut.
a. Faktor-faktor Intern :
1) Faktor Biologis
a) Faktor Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar, bila seseorang kesehatannya terganggu misalkan sakit pilek, demam, pusing, batuk dan sebagainya, dapat mengakibatkan cepat lelah, tidak bergairah, dan tidak bersemangat untuk belajar.
Demikian halnya jika kesehatan rohani (Jiwa) seseorang kuarang baik, misalnya mengalami perasaan kecewa karena putus cinta atau sebab lainnya, ini bisa mengganggu atau mengurangi semangat belajar. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan sangat penting bagi setiap orang, baik fisik maupun mental, agar badan tetap kuat, pikiran selalu segar dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan belajar.
b) Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat tubuh seperti buta, tuli, patah kaki, lumpuh dan sebagainya bias mempengaruhi belajar, siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Sebenarnya jika hal ini terjadi hendaknya anak atau siswa tersebut dilembagakan pendidikan khusus supaya dapat menghindari atau mengurangi kecacatannya itu.
c) Faktor Psikologis
Ada banyak faktor psikologis, tapi disini penulis mengambil beberapa saja yang ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini, faktor-faktor tersebut adalah :
(1) Perhatian
Untuk mencapai hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan atau materi pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka minat belajarpun rendah, jika begitu akan timbul kebosanan, siswa tidak bergairah belajar, dan bias jadi siswa tidak lagi suka belajar.
Agar siswa berminat dalam belajar, usahakanlah bahan atau materi pelajaran selalu menarik perhatian, salah satunya usaha tersebut adalah dengan menggunakan variasi gaya mengajar yang sesuai dan tepat dengan materi pelajaran.
(2) Kesiapan
Kesiapan menurut James Drever adalah, Prepanednesto Respond or Reach. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan response atau bereaksi kesediaan itu timbul dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar, seperti halnya jika kita mengajar ilmu filsafat kepada anak-anak yang baru duduk dibangku sekolah menengah, anak tersebut tidak akan mampu memahami atau menerimanya. Ini disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang untuk menerima pelajaran tersebut.
Jadi menganjurkan sesuatu itu berhasil jika tarif pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya, potensi-potensi jasmani atai rohaninya telah matang untuk menerima karena jika siswa atau anak yang belajar itu sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya itupun akan lebih baik dari pada anak yang belum ada kesiapan.
(3) Bakat atau Intelegensi
Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar, misalkan orang berbakat menyanyi, suara, nada lagunya terdengar lebih merdu disbanding dengan orang yang tidak berbakat menyanyi.
Bakat bias mempengaruhi belajar, jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakat, maka siswa akan berminat terhadap pelajaran tersebut, begitu juga intelegensi, orang yang memiliki intelegensi (IQ) tinggi, umumnya mudah belajar dan hasilnyapun cenderung baik, sebaliknya jika seseorang yang “IQ” nya rendah akan mengalami kesukaran dalam belajar.
Jadi kedua aspek kejiwaan ini besar sekali pengaruhnya terhadap minat belajar dan keberhasilan belajar. Bila seseorang memiliki intelegensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajari, maka proses belajarnya akan lancar dan sukses disbanding dengan orang yang memiliki “IQ” rendah dan berbakat, kedua aspek tersebut hendaknya seimbang, agar tercapai tujuan yang hendak dicapai.
b. Faktor-faktor eksternal :
Faktor eksternal yang mempengaruhi minat belajar siswa adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Uraian berikut akan membahas ketiga faktor tersebut.
1) Faktor Keluarga
Minat belajar siswa bias dipengaruhi oleh keluarga seperti cara orang tua mendidik, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga. Akan diuraikan sebagai berikut :
(a) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Hal ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo yang menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Jika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya (acuh tak acuh terhadap belajar anaknya) seperti tidak mengatur waktu belajar, tidak melengkapi alat belajarnya dan tidak memperhatikan apakah anaknya belajar atau tidak, semua ini berpengaruh pada semangat belajar anaknya, bias jadi anaknya tersebut malas dan tidak bersemangat belajar. Hasil yang didapatkannya pun tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya.
Mendidik anak tidak baik jika terlalu dimanjakan dan juga tidak baik jika mendidik terlalu keras. Untuk itu, perlu adanya bimbingan dan penyuluhan yang tentunya melibatkan orang tua, yang sangat berperan penting akan keberhasilan bimbingan tersebut.
(b) Suasana rumah
Suasana rumah dimaksudkan adalah situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi didalam keluarga, dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, ramai dan semrawut tidak memberi ketenangan kepada anaknya yang belajar. Biasanya ini terjadi pada keluarga yang besar dan terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut, sering cekcok, bias menyebabkan anak bosan di rumah, dan sulit berkonsentrasi dalam belajarnya. Dan akibatnya anak tidak semangat dan bosan belajar, karena terganggu oleh hal-hal tersebut.
Untuk memberikan motivasi yang mendalam pada anak-anak perlu diciptakan suasana rumah yang tenang, tentram dan penuh kasih saying supaya anak tersebut betah dirumah dan bias berkonsentrasi dalam belajarnya.
(c) Keadaan Ekonomi Keluarga
Dalam kegiatan belajar, seorang anak akadang-kadang memerlukan sarana prasarana atau fasilitas-fasilitas belajar seperti buku, alat-alat tulis dan sebagainya. Fasilitas ini hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang, jika fasilitas tersebut tidak dapat dijangkau oleh keluarga. Ini bias menjadi faktor penghambat dalam belajar tapi sianak hendaknya diberi pengertian tentang hal itu. Agar anak bias mengerti dan tidak sampai mengganggu belajarnya. Tapi jika memungkinkan untuk mencukupi fasilitas tersebut, maka penuhilah fasilitas tersebut, agar anak bersemangat senang belajar.
2) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi minat belajar siswa mencakup metode mengajar, kurikulum, pekerjaan rumah.
(a) Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui dalam mengajar, metode mengajar ini mempengaruhi minat belajar siswa. Jika metode mengajar guru kurang baik dalam artian guru kurang menguasai materi-materi kurang persiapan, guru tidak menggunakan variasi dalam menyampaikan pelajaran alias monoton, semua ini bias berpengaruh tidak baik bagi semangat belajar siswa. Siswa bisa malas belajar, bosan, mengantuk dan akibatnya siswa tidak berhasil dalam menguasai materi pelajaran.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat belajar siswa guru hendaknya menggunakan metode mengajar yang tepat, efesien dan efektif yakni dengan dilakukannya keterampilan variasi dalam menyampaikan materi.
(b) Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran. Bahan pelajaran yang seharusnya disajikan itu sesuai dengan kebutuhan bakat dan cita-cita siswa juga masyarakat setempat. Jadi kurikulum bisa dianggap tidak baik jika kurikulum tersebut terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatian siswa.
Perlu diingat bahwa system intruksional sekarang menghendaki proses belajar mengajar yang mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu memahami siswa dengan baik, agar dapat melayani siswa dan memberi semangat belajar siswa, agar dapat melayani siswa dan memberi semangat belajar siswa. Adanya kesesuaian kurikulum dengan kebutuhan-kebutuhan siswa, akan meningkatkan semangat, dan minat belajar siswa, sehingga siswa mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.
(c) Pekerjaan rumah
Pekerjaan rumah yang terlalu banyak dibebankan oleh guru kepada murid untuk dikerjakan di rumah. Merupakan momok penghambat dalam kegiatan belajar, karena membuat siswa cepat bosan adalah belajar siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengerjakan kegiatan yang lain. Untuk menghindari kebosanan tersebut guru janganlah terlalu banyak memberi tugas rumah (PR), berilah kesempatan siswa unuk melakukan kegiatan yang lain, agar siswa tidak merasa bosan dan lelah dengan belajar.
c. Faktor masyarakat
Masyarakat juga berpengaruh terhadap minat belajar siswa, berikut ini penulis membahas beberapa faktor masyarakat yang bisa mempengaruhi minat belajar siswa, yakni :
1) Kegiatan dalam masyarakat
Disamping belajar, anak juga mempunyai kegiatan-kegiatan lain diluar sekolah, misalnya karang taruna, menari, olah raga dan lain sebagainya. Bila kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan dengan berlebih-lebihan, bisa menurunkan semangat belajar siswa, karena anak sudah terlanjur senang dalam organisasi atau kegiatan dimasyarakat, dan perlu diingatkan tidak semua kegiatan dimasyarakat berdampak baik bagi anak.
Maka dari itu, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-anaknya, supaya jangan atau tidak hanyut dalam kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang belajar anak. Jadi orang tua hendaknya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat agar tidak mengganggu belajarnya, dan orang tua juga mengikut sertakan siswa pada kegiatan yang mendukung semangat belajarnya seperti kursus bahasa Inggris, dan komputer.
2) Teman bergaul
Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwa anak jika teman bergaulnya baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya. Jika teman bergaulnya jelek pasti mempengaruhi sifat yang jelek pada diri siswa. Seyogyanya orang tua memperhatikan pergaulan anak-anaknya, jangan sampai anaknya berteman dengan anak yang memiliki tingkah laku yang tidak diharapkan, usahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik yang bisa memberikan semangat belajar yang baik. Tugas orang tua hanya mengontrol dari belakang jangan terlalu dan jangan terlalu dibebaskan yang bijaksana saja, agar siswa tidak terganggu dan terhambat belajarnya.
Masih banyak pengaruh-pengaruh eksternal minat belajar siswa lingkungan sekitar juga bisa mempengaruhi, untuk itu usahakan lingkungan disekitar kita itu baik, agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap siswa/anak, sehingga anak terdorong atau bersemangat belajar.
5. Aspe-Aspek Yang Meningkatkan Dan Menumbuhkan Minat Belajar
Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, memuaskan dan melayani kebutuhan-kebutuhannya, begitu juga dengan siswa, jika siswa sudah sadar bahwa belajar merupakan alat untuk mencapai beberapa tujuan yang dianggap penting, maka belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya dan otomotis dia bersemangat dalam mempelajari hal tersebut.
Pada kenyataannya tidak semua siswa sadar akan hal itu, dan tidak semua siswa memiliki minat intrinsic yang sama, dengan ketidaksamaan minat tersebut guru hendaknya mengetahui seberapa besar minat siswa tersebut terhadap pelajaran. Jika siswa kurang berminat dan menumbuhkan minat belajar siswa, dan tidak menutup kemungkinan faktor-faktor lain yang mendukung minat belajar siswa.
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada, misalkan siswa menaruh minat terhadap lingkungan (pencemaran) disini pengajar dapat menarik perhatian (minat) siswa dengan bercerita tentang lingkungan sekitar atau bencana alam yang melanda negeri kita, dan bisa juga memperlihatkan tayangan televisi yang berhubungan dengan lingkungan (pencemaran).
Tanner an tanner (1975) juga menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi informasi pada siswa bahan pelajaran yang akan disampaikan dengan dihubungkan bahan pelajaran yang lalu, kemudian diuraikan kegunaannya dimasa yang akan dating. Roijakters (1980) berpendapat bahwa hal ini bisa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita yang sensional, yang sudah diketahui siswa.
Bila usaha-usaha di atas tidak berhasil, bisa menggunakan cara insentif, yaitu alat yang dipakai untuk membujuk seseorang agar mau melakukan sesuatu yang awalnya tidak mau ia lakukan seperti memberi hadiah pada siswa yang belajar dengan baik, memberi hukuman pada siswa yang malas belajar, sehingga hasilnya (prestasinya) buruk, dalam memberikan hukuman jangan terlalu berlebihan (berat), karena bisa menghambat belajar mereka, berilah hukuman yang sewajarnya dan bisa memberi motivasi si anak untuk giat belajar, siswa adalah :
a. Membangkitkan minat-minat siswa yang telah ada
b. Menghubungkan dengan pengalaman (pelajaran) yang lalu
c. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik atau lebih baik dari yang kemarin
d. Menggunakan berbagai macam variasi gaya mengajar
e. Menggunakan berbagai bentuk mengajar baik itu metode penyampaian materi maupun keterampilan-keterampilan yang lain sehingga siswa bersemangat dan berminat untuk mempelajarinya.
Menurut Mahfudz Shalahuddin dalam bukunya pengantar psikologi pendidikan, ada empat aspek yang bisa menumbuhkan minat yaitu :
a. Fungsi/Adanya kebutuhan-kebutuhan
Minat dapat muncul atau digerakkan, jika ada kebutuhan seperti minat terhadap ekonomi, minat ini dapat muncul karena ada kebutuhan sandang, pangan dan papan. Kebutuhan bisa dikelompokkan menjadi empat, ini menurut Sardiman AM, kebutuhan tersebut adalah :
1) Kebutuhan psikologis, seperti lapar, haus
2) Kebutuhan cinta dan kasih dalam suatu golongan, seperti disekolah, di rumah
3) Kebutuhan keamanan, seperti rasa aman
4) Kebutuhan untuk mewujudkan cita-cita atau pengembangan bakat
b. Keinginan dan cita-cita
Keinginan dan cita-cita dapat mendorong munculnya minat terhadap sesuatu, seperti keinginan atau cita-cita menjadi dokter. Secara otomatis orang tersebut terdorong dan berminat untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ilmu kedokteran (kesehatan, penyakit-penyakit).
Semakin besar cita-cita atau keinginan, maka semakin besar/tinggi minat yang muncul dalam diri seseorang.
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan terdiri dari dua lingkup, yakni lingkup mikro (individual) dan lingkup makro (sosial,adat istiadat) kebudayaan dapat memunculkan minat-minat tertentu seperti tari-tarian, tari remo dari jawa timur, jaipong dari jawa barat, semua itu akan menarik orang untuk memperhatikan dan mempelajari kebudayaan jawa barat dan jawa timur.
Begitu juga belajar, minat belajar siswa dapat timbul karena adanya kebiasaan belajar.
d. Pengalaman
Pengalaman merupakan permulaan dari kebudayaan seperti pengalaman seorang guru dapat menimbulkan/menumbuhkan minat guru untuk menekuni bidang-bidang keguruan, dengan adanya pengalaman tersebut minat seseorang bisa tergerak (bertambah), missal ada seseorang siswa, tahun lalu menduduki prestasi rendah, maka siswa tersebut berpikiran jangan sampai itu terulang kembali, sehingga ia lebih meningkatkan belajarnya dari tercapainya prestasi yang lebih baik dari yang kemarin (tahun lalu).
1 komentar:
If you would like an alternative to casually approaching girls and trying to find out the right thing to say...
If you'd prefer to have women chase YOU, instead of spending your nights prowling around in crowded bars and restaurants...
Then I encourage you to play this eye-opening video to learn a strong little secret that has the potential to get you your personal harem of sexy women just 24 hours from now:
FACEBOOK SEDUCTION SYSTEM...
Posting Komentar