A. Tujuan Pendidikan Dalam Islam
Pendidikan adalah suatu hal yang amat esensial dalam perkembangan anak-anak. Karena itu dalam menuju kedewasaannya perlu pendidikan. Pendidikan yang utama pada dasarnya adalah penanaman nilai-nilai akhlak yang terpuji kedalam jiwa anak sejak kecil hingga menjadi dewasa sehingga dalam menghadapi kehidupannya ditengah masyarakat memiliki kemampunan dan keterampilan serta berakhlak mulia.
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Hal ini merupakan salah satu tujuan dari pendidikan Islam. Sebab tujuan pendidikan itu identik dengan tujuan hidup manusia. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat "sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi." (Q.S. Al-Baqarah: 30).
Dengan demikian jelaslah bahwa tujuan manusia di ciptakan adalah untuk menjadi khalifah yang sangat berat itu diperlukan adanya kekuatan jasmani dan rohani bila kekuatan itu sudah terpenuhi maka semua aktivitas manusia itu akan terlaksana sebagaimana mestinya.
Pendidikan Islam merupakan proses melatih akhliyah, jasmaniah dan rohaniah manusia berdasarkan nilai-nilai Islamiah yang bersumber pada wahyu Allahg yang berupa Al-Qur'an kemudian bersandarkan pada hadist Nabi untuk melahirkan manusia yang bertaqwa dan mengabdikan diri kepada Allah semata-mata.
Karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Pendidikan Islam bertujuan untuk mencapai kedamaian, ketenangan, dan ketaqwaan kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa. Sebagaimana Firman Allah :
Dari pengertian ayat diatas dapat di pahami bahwa tujuan pendidikan Islam itu yaitu untuk mencapai ketaqwaan yang sebenar-benarnya kepada Allah SWT, sehingga sampai akhir hayat seorang hamba tetap dalam keadaaan muslim.
Allah berfirman dalam surat Adz Dzariyat: 56
Artinya : "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku."(QS. Adz Dzariyat : 56)
Tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 201 yang berbunyi :
Artinya: … ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan disunia dan diakhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Al-baqarah : 201)
Dari ayat di atas jelaslah bahwa Allah SWT menganjurkan kepada umat manusia untuk mencari dua kebahagiaan hidup, yaitu kebahagiaan hidup didunia dan kebahagiaan hidup diakhirat. Tegasnya tujuan pendidikan agama adalah untuk mencapai kedua kebahagiaan tersebut.
Selanjutnya tujuan akhir dari pada pendidikan agama ialah untuk membentuk manusia taqwa. Karena semulia-mulianya manusia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa kepada-Nya. Adapun tujuan Allah menciptakan manusia di permukaan bumi ini adalah semata-mata untuk menghambakan diri kepada-Nya, sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
Artinya: …. Sesungguhnya yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu ….. (QS. Al-Hujarat : 13)
Selanjutnya Mahmud Yunus menyebutkan : tujuan pendidikan Islam sebagai berikut:
Pendidikan Islam bertujuan menjamin memperbaiki akhlak anak didik dan mengangkat mereka kederajat tinggi serta berbahagia dalm hidup dan kehidupannya. Pendidikan agama membersihkan hati nurani dan mencetak anak didik dengan kelakuan yang baik serta mendorong mereka untuk berbuat pekerjaan yang mulia. Pendidikan agama memelihara anak-anak supaya jangan jatuh kelembah kehinaan dan ksesatan.[1]
Untuk menguatkan pendapat diatas. Bustami A. Gani dengan bukunya"Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam" menyebutkan bahwa:
Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Semata-mata pelajaran haruslah mengandung pelajaran. Pelajaran akhlak setiap guru haruslah memperhatikan akhlak keagamaan sebelum yang lain-lainnya. Karena akhlak keagamaan merupakan akhlak yang tertinggi. Sedangkan akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam.[2]
Dari ayat dan pendapat di atas disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah membentuk anak didik menjadi manusia yang berakhlak mulia, sehingga dapat tercapai kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah.
Dari itu pendidikan Islam adalah pendidikan yang sadar dan mempunyai tujuan. Hal ini dapat dipahami dari penjelasan di atas bahwa asas dari pendidikan Islam itu adalah Al-Qur'an dan sunnah Rasul serta mempunyai tujuan hanya untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Allah SWT telah meletakkan asas-asas pendidikan itu dalam syariat Nya, oleh sebab itu untuk mengkaji tujuan pendidikan diperlukan perumusan tujuan secara luhur dan luas. Sebagaimana telah ditetapkan oleh Allah bagi seluruh manusia.
Di samping itu Allah SWT meminta kepada manusia supaya merenungkan segala apa yang ada dialam ini untuk mengagungkan Nya, sehingga terdorong dalam hati manusia itu untuk mencintai Allah serta tunduk kepada segala perintah-Nya, Firman Allah
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi … (Q.S. Al-Qashash: 77)
Para ahli bebeda penadapat dalam mendefinisikan tujuan pendidikan Islam, hal ini karena berbeda sudut pandang yang mereka kehendaki dan karena perbedaan mereka dalam memahami makna yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Hadist.
Menurut M. Arifin, pendidikan Islam bertujuan: "untuk mewujudkan manusia yang berkepribadian muslim lahiriah dan bathiniah yang mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk mencari keridhaan Allah SWT."[3]
Sedang menurut Zakiah Dradjat tujuan pendidikan Islam itu adalah "menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam hubungannya dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam ini untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat."[4]
Dengan mengambil dua pendapat para ahli mengenai tujuan pendidikan Islam ini maka dapatlah disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam itu ialah merealisasikan ubudiah kepada Allah di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat serta alam semesta.
Pendidikan berawal dari lingkungan rumah tangga, yaitu kedua orang tua yang dilanjutkan dengan lingkungan dan pendidikan formal (sekolah). Ketiga kondisi lingkungan pendidikan harus merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling menunjang.
Pendidikan prasekolah nerupakan pendidikan yang pelaksanaannya dilakukan sejak lahir. Dimana peran orang tua sangat dominant. Pendidikan yang diterima merupakan pendidikan dengan melihat tingkah laku serta perbuatan kedua orang tua, serta nasehat-nasehat yang diberikan kepadanya serta keteladanan orang tua.
Pada pendidikan prasekolah inilah dasar dari pada terbentuknya watak dan perilaku anak, yang dilakukan pada masa pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan lanjutan pendidikan yang telah diterima anak di dalam lingkungan keluarga, dimana pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang memberikan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan serta pendidikan moral anak yang pelaksanaannya selalu disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Kegiatan-kegiatan yang muncul dalam pola kesamaan pendidikan, didasarkan pada tujuan nasional sebagaimana tersebut di atas. Sedangkan materi pendidikan diperoleh dari hasil-hasil studi empiris tentang harapan masyarakat mengenai kemampuan, pengetahuan dan sikap yang harus dimiliki para lulusan.
Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Pendidikan agama menjadi tugas utama dalam pendidikan keluarga sejak dini untuk memberikan keyakinan beragama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Dengan demikian pendidikan agama yang dalam hal ini pendidikan agama Islam antara lain meliputi.
a. Pendidikan keimanan : Yakni iman kepada Allah malaikat yang gaib, kitab-kitab Allah yang suci yakni Al-Qur'an dan lainnya, Rasul-rasul Allah yang banyak jumlahnya, hari akhirat/hari kiamat. Dan takdir Allah tentang hal-hal yang baik dan buruknya, masing-masing beserta unsur-unsurnya dan implementasinya, sebab iman berarti pembenaran, ikrar dan amal.[5]
Jadi barang siapa yang beriman kepada Allah dan rukun iman yang enam maka ia tidak akan sesat dan Allah akan memberikannya petunjuk dalam keimanan, dan barang siapa yang tidak beriman kepada Allah dan rukun yang enam, maka ia tidak akan mendapat petunjuk dan berada dalam kesesatan.
b. Pendidikan kataqwaan. Pengertian istilah taqwa pada umumnya ialah mengamalkan sebaik-baiknya perintah Allah dan meninggalkan sejauh-jauhnya larangan Nya. Oleh karena itu pendidikan ketaqwaan umat Islam di Indonesia meliputi:
- Pendidikan pengamalan hal-hal yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya yang diisyaratkan di dalam Al-Qur'an dan hadist perihal yang benar dan baik serta menfaat bagi kehidupan manusia secara perorangan, kemasyarakatan dan berbangsa.
- Pendidikan pencegahan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Allah dan sunnah Rasul saw yang salah dan buruk serta berbahaya bagi kehidupan manusia serta perorangan serta kemasyarakatan dan berbangsa.
Secara sederhana pendidikan Agama dimaksud sebagai kegiatan ditujukan untuk menanamkan nilai-nilai agama dan membekali peserta didik dengan pengetahuan agama untuk dapat diamalkan sebagai insan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt. Dengan demikian pendidikan agama memiliki dimensi pembentukan keimanan dan akhlak serta pengamalan sebagai insan beragama.
Dalam hubungan ini diperlukan pengaturan masalah-masalah yang berkenaan dengan pendidikan agama lain yaitu program, sumber, alat dan media, metodelogi, proses, lingkungan, lembaga, guru pendidikan agama Islam dan penilaian hasil.
Dalam pendidikan Islam perkembangan pendidikan merupakan suatu perkembangan yang mengangkat manusia yang bertingkat keutamaan dan kehidupan yang ideal. Dimana hakikat pendidikan Islam adalah usaha untuk ketinggian rohani, akhlak, masyarakat dan pemikiran.
B. Penerapan Sa'adah melalui Tripusat Pendidikan.
1. Pendidikan Rumah Tangga
Rumah tangga adalah kelompok terkecil dari masyarakat, disinilah anak mengenal kehidupan dan pendidikan utama. Rumah tangga merupakan lingkungan pengalaman pertama bagi seseorang anak yang mendapat didikan dari Ibu bapaknya. Kemajuan dan perkembangan pribadinya sangat tergantung kepada kehidupan keluarga yang baik dan lingkungan yang aman dan baik. Sehingga dapat terhindar dari siksaan api neraka sebagaimana Firman Allah swt dalam surat At-Tahrim ayat 6:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….."(QS At-Tahrim : 6).
Ayat tersebut menunjukkan bahwa memberikan pendidikan Islam kepada anggota keluarga merupakan suatu kewajiban supaya terhindar dari siksaan api neraka. Berarti dalam hal ini melindungi diri dari kehancuran, juga melindungi keluarga dari kehancuran api neraka. Sebagaimana dibutuhkannya perlindungan hari akhirat, maka lebih dibutuhkan perlindungan di masa kehidupan di dunia. Karena yang kita tanamkan di masa hidup didunia, akan dipetik hasilnya di akhirat nanti.
Dalam agama Islam terdapat kewajiban yang dibebankan kepada orang tua dimulai dari sianak lahir, misalnya mulai dengan mengazankannya, sudah mendidik dan memperlakukannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Pembinaan akhlak sebenarnya dimulai sejak anak lahir dengan perlakuan orang tua yang sesuai ketentuan akhlak, dan dilanjutkan dengan membiasakan anak melakukan sopan santun yang sesuai dengan agama Islam, serta mendidiknya agar meninggalkan yang tercela dan terlarang dalam agama.
Adapun cara-cara memberikan didikan dan bimbingan yang baik di rumah tangga antara lain:
a. Orang tua sebagai kepala keluarganya haruslah berusaha semaksimal mungkin menciptakan situasi rumah tangga yang harmonis, melaksanakan ajaran agama dengan tekun dan didiplin, menempakkan segala tindak tanduknya (gerak-geriknya) yang baik-baik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan ajaran petunjuk agama, karena pengalaman antara anak dan ibu, bapak, saudara keluarga yang menjadi contoh bagi anak.
b. Orang tua berkewajiban memberi pendidikan dan pengajaran, terutama pendidikan agama kepada anak-anaknya, guna membentuk sikap dan akhlak mulia, membina kesopanan dan kepribadian yang tinggi pada mereka. Karena budi buruknya anak sangat tergantung pada sikap dari pada orang tuanya. Seandainya orang tua akan dengki mendengki dalam praktek sehari-hari maka anak akan turut mempengaruhi demikian pula terhadap hal-hal yang lainnya.
Hal ini sejalan dengan sabda Nabi saw yang menyebutkan sebagai berikut:
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a berkata: bersabda nabi saw. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi atau Nasrani atau Majusi". (HR. Bukhari)[6]
c. Orang tua harus menjadi suri tauladan yang baik bagi anak seperti selalu melaksanakan ibadah dan langsung mengajak anak itu untuk melakukannya bersama-sama juga dalam pergaulan dengan anak haruslah nampak rasa kasih sayang, jujur dan adil dalam segala bidang. Orang tua memimpin dan membimbing anak-anaknya, agar menjadi pribadi yang bahagia dan terpelihara dalam hidupnya, karena ditangannyalah kebahagiaan hidupnya kelak. Bila orang tua tidak mendidik anaknya berarti dialah yang membawa anak kejalan yang sesat dan celaka, sebab memelihara (anak) menjadi tanggung jawab orang tua.
d. Membiasakan berbuat baik kepada orang tua, orang lain dan teman-temannya, percaya pada diri sendiri dan rajin bekerja. Karena apabila sudah menjadi sikap dan sifatnya yang demikian. Maka akan sukarlah untuk ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Menunjukkan contoh-contoh orang yang berprilaku buruk, seperti terjadi perkelahian, pembunuhan, dan lain-lain, yang pernah terdapat dalam masyarakat.
f. Memperdengarkan kepada anak-anak pembicaraan-pembicaraan yang baik-baik dan bermanfaat tidak bersifat caci maki, upat, hasut, fitnah, dan lain-lain yang buruk.
g. Mengadakan pengontrolan terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang datang dari luar, seperti mencegah sikap hasut, fitnah, caci maki, upat dan sebagimana yang datang dari teman-temannya atau dari orang lain yang kurang mendapat bimbingan agama. Dalam hal ini, orang tua mesti melarang anaknya dan orang lain membicarakan masalah tersebut, supaya sesuatu yang dapat menghancurkan moral dapat terhindar dengan cepat. Jangan sampai anak dipengaruhi oleh lingkungan dan pergaulan yang buruk itu.
h. Menjaga anak setiap waktu menunaikan shalat dan mengajaknya untuk selalu bersabar dan patuh kepada perintah agama. Sebagimana Firman Allah:
Artinya: "Dan Perintahkanlah kepada keluarga mu untuk mandirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya ……"
i. Kepala rumah tangga selalu menangani dan mempertanggung jawabkan segala tindakan keluarganya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a berkata : Bahwa Rasulullah saw bersabda: " Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Seseorang lelaki (kepala keluarga) adalah pemimpin yang harus bertanggung jawab kepada kesejahteraan keluarganya (isteri dan anaknya), seorang wanita itu pemimpin dan ia harus bertanggung jawab terhadap rumah tangga suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya, seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya". (HR Bukhari)[7]
Dengan demikian jelaslah bahwa keluarga sangat berpengaruh dalam perkembangan anak, jadi pendidikan Islam dan kebersihan itu harus dijaga oleh seorang ibu dan bapak baik hal apa saja terutama dalam membina kehidupan sehari-hari, seperti dalam melaksanakan thaharah untuk mendirikan shalat atau ibadah lainnya, mau berangkat sekolah, waktu makan, pakaian di rumah tangga harus dijaga sesuai dengan ajaran Islam.
Keluarga merupakan tempat pertama anak-anak belajar mendapatkan pendidikan dari orang tuanya, otomatis apa yang didapatkan anak pertama sekali semasa kecilnya akan membekas pada jiwa dan raganya dikemudian hari. Peranan orang tua dalam hal ini ayah dan ibu sangat besar dalam membina, mendidik serta membesarkan si buah hatinya sehingga menjadi dewasa. Pada waktu ini anak masih dalam keadaan suci bersih artinya orang tua memberikan peranan yang lebih besar dalam membina jiwa dan mental mereka.
Demikian hendaknya usaha-usaha orang tua terhadap pendidikan anak dalam memberikan pendidikan antara lain, mengajar atau melatih anak itu mengambil air wudhu' yang sempurna, karena menjaga kebersihan paling pokok dalam Islam serta mengajar atau melatih anak itu untuk melakukan cara thaharah dan juga shalat berjamaah dipimpin oleh ayah di rumah, apabila ayah tidak ada dirumah maka dipimpin oleh ibu. Apabila mesjid dekat bawalah anak ke mesjid untuk shalat berjamaah. Dan apabila selesai shalat di anjurkan membaca Al-Qur'an adalah suatu pendidikan yang sangat kuat.
Demikian usaha penerapan pendidikan agama terhadap anak sangat tergantung pada keadaaan orang tua. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Luqman : 17:
Artinya: " Hai anakku dirikan shalat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah SWT" (QS Luqman : 17)
Maksud ayat diatas adalah usaha penerapan pendidikan agama yang diusahakan oleh kedua orang tua dilaksanakan melalui latihan-latihan agama secara rutin.
Zakiah Daradjat mengatakan : "Anak-anak sebelum dapat memahami sesuatu pengertian kata-kata yang abstrak seperti benar salah, baik buruk kecuali pengalaman sehari-hari dari orang tua dan saudara-saudaranya".[8]
Jelas bahwa kedua orang tua bertanggung jawab dalam membentuk pribadi muslim seorang anak. Selanjutnya Ibnu Sina mengatakan bahwa : " Anak-anak harus dengan membiasakannya dengan hal-hal terpuji semenjak ia kecil ".[9]
Pembinaan ini merupakan tanggung jawab sepenuhnya oleh keluarga muslim, oleh karena itu orang tua dari suatu keluarga merupakan yang pertama dikenal anak, hal ini adalah mutlak wajib dikerjakan karena merupakan perintah dari Allah. Tiap-tiap perintah adalah wajib dikerjakan oleh pribadi yang telah baligh dan berakal.
2. Pendidikan Sekolah
Sekolah adalah tempat dan lembaga pendidikan bagi anak yang membutuhkan pendidikan dari guru, juga merupakan lembaga pendidikan pertama sesudah rumah tangga. Mahmud Yunus mengatakan bahwa " Sekolah merupakan rumah tangga yang besar, disitulah anak-anak mendapatkan teman-temannya yang baru sama belajar dan bekerja ".[10]
Jadi usaha penerapan pendidikan dalam Islam terhadap anak yang kedua adalah sekolah. Seorang guru dan keluarganya harus mengajarkan kepada anak-anak do'a-do'a yang harus dibaca setiap perbuatan baik, seperti manjaga kebersihan dirinya dan sekitarnya, makan yang bersih atau yang halal, tidur di tempat yang bersih, mengambil sesuatu yang bersih, mengambil yang berhubungan dengan pekerjaan apa saja, karena menjaga kebersihan itu hal pokok sekali dalam Isalm. Kebersihan dapat membawa manusia kejalan yang benar. Serta air wudhu' dapat menyucikan hati manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Diwaktu ada pelajaran Ibadah, hendaklah menyuruh membawa alat-alat sembahyang seperti kain telekung, kain sarung, tikar mushalla dan lain-lain sebagaimana cara-cara sembahyang dan tata tertib berjamaah.
Firman Allah:
Artinya: "Dan bahwa yang Kami perintahkan ini adalah jalan Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa" (Al-An'am : 153).
Zakiah Darajat mengemukakan bahwa: " Di sekolah harus melatih anak didik untuk ibadah yang diajarkan oleh agama Islam, mengadakan praktek agama yang berhubungan manusia dengan Allah SWT".[11]
Sebelum praktek shalat yaitu harus mengambil wudhu' bersuci, apabila shalat tidak mengambil wudhu' maka shalat itu tidak sah, yang bahwa Nabi telah bersabda.
Artinya : "Hadist Abu hurairah ra. Nabi Saw, dimana beliau bersabda : “Allah tidak akan menerima shalat salah satu diantara kamu ketika berhadast sehingga ia berwudhu”. (HR. Bukhari)[12]
Pada umunya masyarakat Islam sudah mengetahui bahwa wudhu' itu adalah suatu perbuatan yang wajib dikerjakan sebelum mendirikan shalat. Dengan membersihkan anggota tertentu.
Sekolah merupakan lingkungan pengalaman pendidikan kedua bagi anak, ia mendapat kesempatan yang lebih luas lagi bagi pertumbuhan dan perkembangan akalnya, sekolah juga sebagai pendidikan formil, dimana pengetahuan diberikan secara teratur, berencana dan terjamin.
Disekolah anak mendapat ilmu pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang sangat berguna, mendapat pergaulan yang belum pernah ia kenal dalam lingkungan keluarga, sekolah juga tempat pengembangan bakat dan kecerdasan, penanaman nilai-nilai luhur dan sikap-sikap tertentu belum didapati dalam keluarga/rumah tangga. Sekolah juga tempat mengenal dan mengembangkan kebudayaan.
Dalam hubungannya dengan masalah ini, Zakiah Darajat menyebutkan bahwa:
”Sekolah adalah lingkungan kedua anak-anak berlatih dan menumbuhkan kepribadian, sekolah bukan sekedar untuk menuangkan ilmu pengetahuan ke otak murid tetapi sekolah juga harus dapat mendidik dan membina kepribadian anak disamping memberikan pengetahuan kepadanya”. [13]
Pendidikan formal dapat mendidik kedisiplinan anak dan sangat berpengaruh dalam pendidikan anak itu sendiri sehingga terjadi keselarasan antara pendidikan di dalam keluarga dengan sekolah dalam hal menanamkan suatu kebiasaan-kebiasaan dan budi pekerti yang baik.
Untuk ini perlu diperhatikan bahwa pendidikan agama yang diselenggarakan disekolah harus di dukung oleh pendidikan keluarga, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang telah diberikan dalam rumah tangga karena apabila anak dihadapkan dengan yang bertentangan maka sudah pasti ia akan bingung dan ia akan mengalami kesulitan dalam menghadapi keadaan kehidupan sehari-hari.
Di dalam keluarga anak telah pernah diberikan pengertian tentang akibat buruk dari dengki, maka disekolah pun dapat dilanjutkan memberikan pengertiannya yang lebih mendalam lagi.
Dalam mendidik akhlak anak di sekolah, tidaklah semata-mata tanggung jawab guru agama saja, akan tetapi oleh seluruh staf pengajar, staf pimpinan sekolah, pegawai, alat sarana peraturan dan tata tertib yang berlaku disekolah.
Selanjutnya Zakiah Darajat menyebutkan:
"Setiap guru, baik guru agama atau guru umum harus berjiwa agama, menjunjung tinggi ajaran agama walaupun ia tidak mendalaminya. Namun kepribadiannya, akhlak dan sikapnya dapat mendorong anak didik untuk mencintai agama dan hidup sesuai dengan ajaran agama."[14]
Dari kutipan tersebut jelaslah bahwa setiap guru apakah ia guru agama atau guru umum harus berjiwa dan berakhlak mulia sehingga anak didik dapat mencintai agama dan hidup sesuai ajaran agama. Sekalipun guru mengajar mata pelajaran umum, tetapi jangan terlepas dengan keagamaan seperti mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim dikala memulai sesuatu pekerjaan yang baik, misalnya memulai pelajaran, begitu pula di dalam menerangkan pelajaran ilmu alam, misalnya dapat dihubungkan dengan ilmu tauhid dan sebagainya.
Di lingkungan sekolah mempunyai tugas yang sangat berat, ia bukan saja memberikan pertolongan dan bimbingan, tetapi juga mampu membentuk karakter jiwa agama juga harus menjadi contoh teladan yang baik bagi anak-anak didiknya, baik dalam beramal kebaikan ataupun berbudi pekerti yang baik, demikian pula dalam beribadah kepada Allah SWT.
Dengan demikian apabila didikan agama kurang sempurna diterima anak dirumah tangga, akan dapat disempurnakan disekolah, sehingga semua ajaran agama akan dapat dihayati dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi.
Dalam pelaksanaan pendidikan agama yang objektif dan dengan objeknya adalah anak yang sedang berkembang, maka haruslah ada hubungan timbal balik antara orang tua dan guru, untuk meninjau kembali bagaimana pengaruh perkembangan kejiawaan yang diterima anak didik, setiap tingkah lakunya yang tidak sesuai dengan norma-norma agama haruslah dilaporkan kepada orang tua murid secara bijaksana, begitu juga sebaiknya antara orang tua denga guru disekolah supaya dapat terciptalah anak yang baik sebagaimana yang diharap-harapkan.
3. Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan yang ketiga disamping rumah tangga dan sekolah. Setelah anak-anak mendapatkan pendidikan dirumah tangga dan disekolah, maka pendidikannya pun terus berkembang dalam masyarakat dimana dia hidup.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak disekitar tempat tinggal dengan kehidupan yang senantiasa berkembang baik dengan manusia maupun dengan benda dalam lingkungan masyarakat. Sedangkan masyarakat suatu perkumpulan individu yang diikat oleh kesatuan negara kebudayaan dan agama, masyarakat yang mempunyai cita-cita peraturan dan sistem kekuasaan tertentu.
Dengan demikian masyarakat itu dapat berinteraksi dengan insan yang dibutuhkan dalam membina thaharah dalam pendidikan Islam itu terwujud dengan baik. Lingkungan masyarakat itu pun harus menjaga kebersihan, dalam pembinaan thaharah misalnya, dan lingkungan harus bersih supaya tidak mudah penyakit itu datang. Untuk mengatasi hal demikian dalam lingkungan masyarakat berinteraksi antara individu, atau antara kelompok dengan kelompok supaya semua kegiatan bisa jalan sebagaimana yang diharapkan oleh pendidikan Islam dalam mendekatkan diri manusia dengan manusia, manusia dengan khaliq-Nya.
Selain dari pendidikan agama di dalam keluarga dan di sekolah yang telah dijelaskan di atas, masyarakat juga mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sarana anak memperoleh pendidikan agama. Di dalam masyarakat banyak terdapat unsur-unsur pendidikan.
Adapun khusus menyangkut dengan pendidikan agama yang bisa diperoleh anak-anak antara lain melalui ceramah agama, pengajian, shalat berjamaah dan berbagai macam perayaan yang bersifat keagamaan. Di samping itu dengan bertakziah dan walimah dan mengumpulkan bantuan bencana alam juga mengandung nilai-nilai pendidikan agama yang mendalam.
Di dalam masyarakat terdapat bermacam-macam massa media, hasil karya seni budaya, perkumpulan dan rumah. Rumah peribadatan, semua ini besar pengaruhnya terhadap hasil pendidikan anak. Setiap manusia tidak lah sama sifatnya, ada yang beribadah karena Allah semata, karena ia merasa bahwa beribadah itu adalah merupakan kewajiban baginya sebagai makhluk ia tekun beramal tanpa mengenal capek dan bosan, adapula manusia yang masih perlu orang untuk memberikan khabar yang menggembirakan dan khabar yang menakutkan yang merupakan pendorong untuknya beribadah, dan menjadi penghambat supaya tidak berbuat maksiat, untuk ini dilakukan dengan melalui ceramah. Ceramah agama, sebagai salah satu jalan membawa manusia kejalan yang benar, oleh karena itu anak-anak sangatlah terpengaruh dengan teman-temannya, maka ia akan ikut melakukan apa yang dilakukan teman-temannya itu walaupun kadang-kadang bertentangan dengan agama, atau juga dengan apa yang telah dipelajari disekolah serta apa yang diterima di rumah tangga.
Dalam hal ini pemimpin masyarakat harus mengerti, memahami dam melaksanakan ajaran agama menurut aturan-aturan yang berlaku, sehingga menjadi contoh teladan yang baik terhadap anggotanya dalam beribadah kepada Allah SWT, sehingga dengan demikian mereka merasa bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ajaran agama.
Zakiah Darajat mengemukakan :
Mengusahakan agar masyarakat, termasuk pemimpin dan pengusaha menyadari pentingnya masalah pendidikan anak-anak, terutama pendidikan agama, karena pendidikan moral tanpa agama akan kurang berarti, sebab nilai-nilai moral yang lengkap dan betul-betul dapat dilaksanakan adalah melalui pendidikan agama.[15]
Berdasarkan kutipan diatas dalam Islam anak yang sudah berumur tujuh tahun supaya dibiasakan beribadah kepada Allah SWT. Dengan sembahyang, diajak kemesjid, kelanggar untuk mengadakan shalat berjamaah serta ibadah-ibadah lainnya, maupun adat sopan santun, latihan ini pada waktu dewasa nanti akan menimbulkan rasa kebutuhannya terhadap agama, karena anak ingin menyesuaikan diri dengan teman-temannya, maka para orang tua diharapkan supaya jangan membiarkan anak-anak mereka bergaul dengan anak-anak yang tidak baik akhlaknya.
Oleh karena itu maka pendidikan agama perlu bagi anak-anak maupun orang tua karena keteguhan beragama pada mulanya didasari atas pengalaman san pengertia yang betul-betul akan dapat menjaga terjadinya perkataan yang bertantangan dengan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengadakan pengajian bagi anak-anak dan orang dewasa, dalam waktu terulang maka dimanfaatkan dengan bimbingan dan penyuluhan yang akan menolong mereka untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Dengan demikian jelaslah bahwa semua pengaruh dan pengalaman yang diterima anak baik dirumah tangga maupun dimasyarakat turut mempengaruhi anak, supaya terbinanya ketenangan dan ketertiban dalam masyarakat, hendaklah ada pencegahan terhadap orang yang berbuat kemungkaran sebagaimana sabda Nabi SAW berikut ini:
Artinya: Dari Abu Said Al Khudri r.a berkata : "Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: "Siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah dicegah dengan tangannya (kekuasaan), jika tidak sanggup hendaklah dengan lidahnya, jika tidak sanggup pula hendaklah dengan hatinya yang demikian itu adalah selemah-lemah iman".[16]
Berdasarkan hadist tersebut jelaslah bahwa ada tiga cara untuk mencegah kemungkaran, yang pertama dengan kekuasaan, kedua dengan memberikan nasehat dan peringatan, dan yang ketiga dengan membenci perbuatan yang mungkar. Kemungkaran didalam masyarakat merupakan tanggung jawab setiap anggota masyarakat, maka dengan demikian masyarakat berkewajiban memberantas atau mengatasinya secara tegas dan langsung terhadap sipelakunya dan tidak boleh dibiarkan begitu saja.
C. Konsep Sa'adah menurut Pendidikan Islam
Kebahagian merupakan tujuan setiap manusia. Seseorang menempuh jalan kebahagian berarti sedang menuju pada kesempurnaan. Menurut Ibn Bajjah :
"Kebahagiaan adalah jika seseorang telah mencapai dalam hidupnya martabat ilmu atau hikmah atau keberanian atau kemuliaan dan ia sendiri sadar sebagai seseorang yang berilmu, bijaksana, berani atau mulia, lalu ia berbuat sesuatu dengan apa yang diketahuinya, tanpa ria dan tanpa mengharapkan keuntungan apapun. Maka itu ia merasa ketentraman batin dan mengetahui hakikat hidup dan wujud itu"[17].
Berdasarkan kutipan diatas maka kebahagiaan itu ialah apabila seseorang telah mencapai tujuan hidupnya dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari berdasarkan ilmu sehingga ia menjadi orang yang bijaksana, beramal mulia dan bermartabat.
Danah Zohar memandang bahagia adalah kehidupan yang penuh makna. Keinginan hidup penuh makna tesebut merupakan keinginan semua manusia. Zahar mengatakan:
Kita merasa sesuatu kerinduan untuk melihat hidup kita dalam konteks yang paling lapang dan bermakna baik dalam keluarga, masyarakat, club sepak bola, karir, agama maupun alam semesta itu sendiri. Kita merasa rindu akan sesuatu yang bisa kita capai, sesutau yang membawa kita melampaui diri kita dan keadaaan saat ini. Sesuatu yang membuat kita dan perilaku kita bermakna.[18]
Menurut Zohar:
Manusia akan bahagia tatkala ia mampu memahami dengan cerdas mengenai tujuan hidupnya sendiri yang dianggap sangat penting, motivasinya sendiri yang paling dalam. Seseorang yang bahagia adalah yang menjalani hidup dan memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun keluarganya, dan meluangkan waktu bagi hal-hal yang berarti baginya, dia merasa damai, dan terpusat.[19]
Manusia yang bijak adalah manusia yang hidupnya teratur dan terarah antara kebutuhan rohani dan jasmani. Kebahagiaan dirasakan oleh nufus hingga dapat di nikmati oleh jasad. Kebutuhan manusia untuk mencapai kebahagiaan itu tidak bisa dengan duniawi saja tetapi juga harus mencakup kebahagiaan ukhrawi.
Yang dimaksud dengan yang terpusat sebagai "puncak" kemanusiaan adalah tatkala manusia mampu menyadari keberadaan dirinya, bergerak dari dan menuju pada puncak. Saat mencapai titik tersebut, manusia akan bersatu dengan alam, dengan ketiadaan. Manusia mulai tahu tentang kekuatan kosmik dalam penciptaan dan kehancuran dari satu titik diluar semuanya.
Dalam perspektif Danah Zohar tentang pencapaian bahagia sebagai berikut :
Pencapaian kebahagiaan dilakukan dengan peningkatan spiritual Quotient pada level tertinggi. Kebahagiaan hanya bisa dicapai dengan menjadi cerdas secara spiritual. Jika manusia memanfaatkan kecerdasan spritualnya dengan maksimal, maka ia akan mampu melihat masalah hidupnya lebih mudah dan lebih gampang.[20]
Banyak jalan yang ditawarkan Zohar dalam upaya mengasah kecerdasan spiritual tersebut. Kunci akhir dari langkah-langkah sistematis yang ditawarkan Zohar adalah kesadaran bahwa semua perjalanan yang dilalui adalah dari dan menuju pusat. Pusat tertingginya adalah penyatuan dengan alam. Lebih lanjut Zohar mengungkapkan:
Ketika saya melangkah dengan kesadaran spiritual. Saya melakukannya dengan berhubungan dengan pusat diri saya yang paling dalam. Dari pusat itu "saya adalah penyebab tak tergoyahnya yang menggerakkan segalanya" sebab saya dan seluruh tindakan saya berasal dari pusat eksistensi itu sendiri.
Tindakan saya itu tidak lain adalah beberapa potensialitas tanpa batas dari pusat ini yang mengungkapkan diri. Inilah tempat diluar ego dan diluar semua bentuk tertentu, tempat tradisi saya sendiri mengungkapkan diri diluar semua simbol yang dikenal, diluar apapun yang dapat di ungkapkan dengan kata-kata. Dalam bahasa Master Eckhort saya dan Tuhan adalah satu. Dalam bahasa cinta lain yang sering saya gunakan dalam buku ini, saya adalah sebuah gelombang di lautan dan saya menyadari bahwa saya dan lautan adalah satu.[21]
Jadi seorang bisa mencapai kebahagiaan apabila cerdas dan bisa memanfaatkan kecerdasannya dalam menyelesaikan suatu masalah dalam kehidupannya.
Menurut Al-Ghazali kebahagiaan adalah sebagai berikut :
“Kebahagiaan (sa'adah) merupakan suatu tingkatan keadaan yang mucul bersamaan dengan keyakinan seseorang terhadap Allah didalam usaha memenuhi hati, yakni pengetahuannya tentang Allah melalui kepandaian dan pengalaman terhadap hukum-hukum Allah di dalam ciptaannya”.[22]
Jadi kebahagiaan (sa'adah) dapat dicapai dengan dasar iman yang bulat, teguh dan benar, mampu memahami tujuan hidup dirinya sendiri maupun keluarga, dan kebahagiaan dapat diperoleh dengan ilmu dan peningkatan spiritual.
[2] Bustami A. Gani, dan Djohar Bahri. Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam. (Jakarta : Bulan Bintang, 1970) hal : 2
[6] Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, Juz I. (Mesir : Maktabah al Husaini t.t) hal 240.
[8] Zakiah Daradjat, Pendidikan Rumah Tangga Dalam Pembinaan Mental, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975) hal 42
[12] Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail Al- Bukhari, Sahihul Bukhari, juz 1 (Mesir Darul Matabi Usy Syi'bi t.t) hal : 46.
[13] Zakiah Darajat, Kesehatan Mental, (Jakarta : Gunung Agung, 1983) hal 71
[14] Zakiah Darajat, Membina Nilai-nilai Moral Di Indonesia, (Jakarta : Bulan Bintang, 1971) hal 53.
[15] Darajat, Pendidikan Agama…… hal 45
[18] Sehat Ihsan Shadiqin, Dialog Tasawuf dan Psikologi Studi Komparatif Terhadap Tasawuf Modern Hamka dan Spritual Quotient Danah Zohar (Banda Aceh : Ar-Raniry Press. 2004) h. 127.
0 komentar:
Posting Komentar